Semalam di Ujung Genteng


31 Maret 2006 @ Ujung Genteng

Berbekal informasi dari Kang Petrus di http://come.to/genteng berangkatlah kami sekeluarga ke Ujung Genteng. Tempat-tempat menarik yang akan dikunjungi, sudah kami catat dengan rapi dan disimpan di backpack di kantong bagian depan. Di antaranya adalah cagar alam Ujung Genteng, curug Cikantek, Pantai Ujung Genteng, Muara Cibuaya, Penangkaran penyu Citirem, Muara Citirem, tempat pelelangan ikan, dan tempat pembuatan gula.

Berangkat dari Jakarta pkl 11.00 wib, dan sampai di Sukabumi pkl 15.30 wib, karena memang sekalian mau mampir di Sukabumi. Perjalanan dilanjutkan mulai pkl 16.15 wib melalui jalur Bojonglopang, Jampang Kulon dan Surade. Dulu memang pernah ke daerah ini, tetapi 18 tahun yang lalu, sehingga praktis sama sekali tidak tahu lagi arah jalan kesini. Untuk itu, saya berjalan perlahan mencoba akan mengikuti bis kecil yang ke arah sana. Karena pikir saya, itu adalah salah satu cara praktis, kalau memang kita tidak tahu daerah tersebut. Tetapi sayang, sudah 2 jam perjalanan, jangankan mobil bis tiga perempat, ternyata tidak ada satu pun mobil yang mendahului kami. Wah bisa celaka nih, pikir saya. Saya berharap akan menemui pom bensi, tetapi sayang ketika saya tanyakan penduduk tidak ada pom bensin di sini, hanya ada di Surade. Mendadak saat itu listrik mati, gelap total dech. Akhirnya saya minta bantuan penduduk untuk membelikan bensin sebanyak 10 ltr, sambil makan makanan ringan di warung sekedar basa basi. Perjalanan saya lanjutkan, akhirnya ada juga kendaraan elf yang mendahului, saya ikuti terus yang berjalan sangat cepat, walaupun jalan di sana sangat rusak parah. Dan tidak terkejar lagi. Kendaraan saya bawa lagi dengan perlahan. Akhirnya sampai juga kami di Surade, dan bermalam di hotel Yasa. Tidak begitu bagus, tetapi lumayan lah, karena memang tidak ada lagi hotel di sana. Cuma lima puluh ribu rupiah permalam. Paginya kami lanjutkan ke Ujung Genteng, beberapa penduduk di sana, saya tanyakan, mengenai lokasi-lokasi yg saya sebutkan. Tetapi rupanya kebanyakan dari mereka malah tidak tahu lokasi tersebut. Aneh.

Persis di peta yg ada disitus Kang Petrus, kami lewati hotel Amanda Ratu. Akhirnya sampailah kami di pantai Genteng yang paling ujung. Bingung juga, mau kemana lagi, sebab saat sampai di sana, koq yang terlihat menonjol adalah club-club malam kaya di daerah di Jalan Mangga Besar gitu.

Akhirnya kendaraan dibelok ke kanan, hingga mentok dan sampailah di “cagar alam”, tetapi di pelangnya tertulis tempat latihan Angkatan Udara. Dengan hutan yang tidak begitu lebat. Kami sempatkan berisitirahat sebentar sambil minum minuman softdring, yang ternyata sudah kadaluarsa. Menunjukkan bahwa perputaran barang di sini sangat lambat. Kami teruskan perjalanan, jika sebelumnya ke arah kiri, kali ke arah kanan. Melewati tempat warung remang-remang, dan menyusuri pantai, akhirnya menemui Wisma Adi.
Ternyata tempatnya memang benar-benar tidak menarik. Panas dan pantai yang kotor. Bingung mau kemana lagi. Sedangkan jika ke Citirem, ternyata harus menjalani desa yang sangat rusak parah. Akhirnya kami kembali lagi ke Jakarta, dan mampir sebentar di tempat pembuatan gula, untuk membeli beberapa sebagai oleh-oleh.

Kalau saja Pemda setempat mau sedikit kreatif, sebetulnya daerah wisata di sini kalau dibenahi akan sangat menarik. Tempatnya mirip-mirip dengan Pangandaran. Di sana ada cagar alam, dan beberapa tempat menarik lainnya. Sayang, cagar alam saat ini sudah dijadikan tempat latihan militer. Beberapa ruas jalan sangat rusak parah. Sehingga jika membawa keluarga apalagi bawa anak kecil, sangat tidak cocok.

Kebun Raya Cibodas


12 Maret 2006 @ Cibodas

Mulanya bingung, kemana tujuan “nge-backpack” kali ini. Semula agak malas kalau ke Cibodas, paling yang dilihat dari dulu hanya itu-itu saja. Tetapi karena memang sudah 3 minggu ini lagi “BT” yang penting judulnya adalah “jalan”, dan melupakan sejenak rutinitas kantor. Karena tidak ada pilihan (murah, meriah, dekat), akhir ditetapkan bahwa akan berangkat ke Cibodas, karena ada informasi dari artikel Kompas, sekarang di Cibodas sudah ada Taman Lumut. Penasaran ingin melihat seperti apa. Sekalian mau hunting photo dengan Camera Canon EOS 350D dan Lensa Zoom EF 73-300 mm Ultrasonic.
Berangkat dari rumah pukul 09.00 wib akhirnya sampai di Cibodas pukul 14.00 wib. Waktu yang boleh dibilang agak kesorean, karena biasanya kalau sampai di sana cuaca selalu mendung.
Ternyata Cibodas kini sudah banyak berubah. Pintu masuk yang biasanya lurus saja dari pintu gerbang utama, sekarang harus belok ke arah kiri. Yang tidak ada perubahan adalah masuk gerbang utama yang harus bayar retribusi dari Pemda Cianjur masih tetap harus bayar, per orang Rp 2.000, mobil Rp 4.000,-, biaya parkir Rp 2.500,-. Agak membingungkan juga sebetulnya peraturan mengenai pembayaran retribusi ini. Sebetulnya untuk pembayaran apa? Bukankah masuk ke Taman Cibodas dipungut lagi? Kalau memang harus masuk ke kas Pemda Cianjur, kenapa tidak disatukan saja dengan tiket masuk ke Taman Cibodas. Bukankah akan lebih praktis, tidak terkesan banyak biaya. Belum lagi bayar uang keamanan kendaraan, biaya parkir.
Demikian juga penjual-penjualnya masih sama saja dari dulu, selalu agak memaksa. Hanya saja untuk naik kuda, jika dulu ada di dalam Taman Cibodas, sekarang sudah ada di luar. Ketika baik kuda, hampir saja “digetok”, masa Cuma naik kuda dari parkiran mobil ke pintu masuk Cibodas harganya Rp 25,000,- ? Akhirnya disepakati Rp 7.500, dengan catatan harus keliling, tetapi rupanya ingkar janji, ternyata hanya mengantar sampai pintu masuk saja. Jadi pelajaran, untuk waktu mendatang.

Semula akan ke Taman Lumut, tetapi karena saat ini suasana sudah berbeda dan juga waktu yang sudah agak sore. Akhirnya kami hanya menikmati lokasi-lokasi baru itu saja. Saat ini suasana taman sudah benar-benar tertata apik. Ada sungai yang dibendung dan dibiarkan airnya mengalir memotong jalanan. Dan juga ada sungai yang bisa dibuat mandi anak-anak. Wah seneng banget tuch si Adriel. Di depannya ada air terjun Cikaso.

Benar-benar tempat yang bagus, sehingga tidak terasa kalau waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 dan harus segera siap-siap pulang, kalau tidak bisa kehujanan.

Dari Jakarta ke Puncak, tidak seperti dulu yang selalu macet total. Ketika kami kesana jalanan begitu lancar, sehingga bisa menikmati sepanjang perjalanan menuju Puncak hingga pertigaan Cibodas. Sepinya kendaraan di jalur Puncak, bisa jadi saat ini orang-orang yang menuju Bandung, tidak lagi menggunakan jalur ini, melainkan lewat Tol Cipularang. Kondisi ini sebetulnya merupakan peluang bagus bagi Taman Cibodas, sebab tidak ada lagi hal yang merintangi untuk orang berjalan-jalan ke daerah tersebut.

Pulang dari Cibodas, semuanya pada kelaparan. Bingung mau makan apa, akhirnya dibuat beberapa pilihan, apakah akan makan di Rindu Alam Puncak Pas, makan Bakso Lapangan Tembak di Cipanas atau Makan Sate Shinta di Cipanas. Rupanya Mamahnya dan Debby lebih memilih makan bakso, sementera Adriel lebih suka makan sate, sedangkan saya lebih suka makan di Rindu Alam. Akhirnya yang lain pada mengalah dan disepakati makan di Rindu Alam.

Rumah makan Rindu Alam tidak seramai dulu. Dulu untuk mencari meja saja sangat sulit. Saat ini banyak meja-meja kosong. Makanannya enak banget, setiap ke Bandung saya selalu mampir, hanya saja untuk sate-nya itu, dari dulu koq bumbu kacangnya selalu tengik ya?.

Biaya yang keluar, untuk BBM Rp 80.000,- ( 17 liter), TOL : 18.000,-, makan Rp 90.000,-, Biaya masuk ke Taman Cibodas dan retribusi Rp 39.500,-, jajanan Adriel dan Debby Rp 26.500,-, jadi total pengeluaran Rp 254.000,-
Enggak mahal ya … maklum ini adalah libur kecil kaum “backpacker” , dilarang boros.