Bahaya, Berenang di Pelabuhan Ratu

27 Oktober 2006 @Pelabuhan Ratu
Saat ini kondisinya sudah berubah, dibanding beberapa tahun yang lalu. Di antara perubahan itu adalah adanya jalan baru yang menuju pantai. Sebelumnya jika akan ke pantai akan melalui tempat pelelangan ikan. Saat ini tidak lagi, kecuali pulangnya. Saat ini pun Pelabuhan Ratu sudah menjadi ibu kota kabupaten Sukabumi. Sehingga kondisinya terlihat lebih baik, dibanding sebelumnya. Hanya saja masyarakat sekitar belum diberdayakan secara maksimal untuk menerima kunjungan wisatawan. Lingkungan dan kondisi nampaknya perlu dibenahi lagi. Kejadian waktu saya ke sana adalah ada suatu tempat di dekat Karang Hawu, di mana pedagang sekitar tidak berupaya untuk membuat tempat di sekitar parkiran agar mobil yang akan parkir di sana tidak terjebak pasir dan slip. Bukankah yang rugi pada akhirnya mereka sendiri, tentu kita tidak akan lagi parkir di sana. Saat itu, mobil saya memang slip. Dan sepertinya sudah menjadi pendapatan sampingan bagi orang disekitar situ untuk membantu mobil-mobil yang slip. Memang sih dia tidak melihat besaran uang yang kita berikan. Hanya saja seharusnya kan dia beri petunjuk untuk tidak parkir di tempat-tempat tertentu. Belum lagi, ketika kami akan duduk-duduk di suatu tenda. Saat itu kami cari-cari siapa pemiliknya, tetapi tidak ada yang menghampiri. Karena kebetulan kami membawa orang tua, dan tentu saja kami suruh duduk saja dulu di situ. Tetapi begitu pulangnya si penjual lapak ternyata ada di belakangnya dan mereka minta bayaran lumayan tinggi tiga puluh ribu rupiah. Mahal, karena kami baru saja pindah dari lapak yang lain yang hanya sepuluh ribu rupiah saja.
Berenang di Pantai Pelabuhan Ratu memang agak berbahaya. Selama kami di sana ada beberapa kali ombak yang sangat besar hingga mencapai ke bibir pantai. Belum lagi ombak yang dari pantai kembali ke laut, sangat kuat dan deras. Jadi harus berhati-hati jika berenang di sana. Istri saya saja, ketika berada di pantai ketimpa ombak hingga menutup seluruh badannya. Dan kadang-kadang tanpa diduga, ketika berada di paling pinggir pun, tiba-tiba datang ombak yang besar, hingga seluruh baju bisa basah.

Menikmati Temboyak di RM Ria


Selama tugas di Lampung, ada beberapa kali saya menikmati makanan di Rumah Makan Ria. Yaitu Rumah makan dengan spesialisasi masakan Palembang. Baru kali ini saya tahu masakan Palembang. Biasanya saya hanya tahu, masakan Sunda, Padang, dll. Tetapi baru kali ini tahu masakan Palembang. Itupun karena diajak oleh si Ari "Marcell" Item, jelek.

Makanan yang kami pilih adalah Pindang Ikan Patin, Seluang, dan sambel dan lalapan. Hal yang baru di rumah makan tersebut adalah : adanya sambel Temboyak, dan sambel nanas, dan lalapan seperti umbi kencur. Yang lainnya biasa saja. Untuk itu saya akan mereview masalah Temboyak ini. Menurut kawan saya, Endri bahwa bahan dasarnya adalah duren yang diawetkan hingga beberapa hari kemudian dikasih sambel, sehingga berasa asam. Rasanya memang aneh, mungkin karena tidak terbiasa. Kalau hanya makan sambel temboyak ini saja, sepertinya tidak bisa, jadi harus dikombinasikan dengan sambel nanas. Baru bisa masuk mulut. Saya harus menikmatinya, karena jarang bisa makan makananan yang aneh gitu. Dan akhirnya memang bisa menghabiskan setengah piring kecil saja.
Ada lagi, umbi yang rasanya seperti kencur. Sampai saat ini saya masih belum tahu nama umbi tersebut. Makan Pindang Patin, yang paling enak adalah lemak-lemaknya. Wah sedap dech.
Kebetulan saya mendapat tugas dinas ke kantor cabang yang berada di Lampung selama 3 hari, yaitu dari tanggal 15 – 18 Oktober 2006. Rencananya sich mau menginap di Mess kantor saja di Jl. Laks Malahayati supaya bisa hemat. Maklum dua hari yang lalu saya baru dari Medan dan pengeluaran sudah cukup besar. Tetapi karena kamarnya kotor banget, maka diputuskan untuk menginap di Hotel saja. Dan hotel yang direkomendasikan teman saya si Ari, katanya di Hotel Widara Asri, enak dan bersih. Hotel yang berlokasi di Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 97 Bandar Lampung Telp (0721) 484368 tergolong masih baru. Dengan semboyan “Enjoy Spectacular Sea View of Lampung Bay at Our Terrace Hotel” memang cukup menarik dan nyaman untuk di disinggahi. Pemandangan laut terlihat indah, dari atas hotel, karena hotelnya sendiri berdiri di atas dataran yang lebih tinggi.

Harga tiket tidak terlalu mahal, hanya Rp 220.000,- permalam, dapat sarapan setiap pagi. Si Ari memilihkan No 104 untuk saya, dekat dengan coffee shop, jadi kalau lapar tinggal jalan saja ke situ. Dan rupanya, di hotel tersebut memang tidak ada service untuk mengantar sarapan pagi ke masing-masing kamar. Pengunjungnya pun masih sepi, mungkin karena hotel baru. Saya sendiri memang tidak menyukai keramaian, jadi cocoklah jika menginap di hotel tersebut.