Jatah Cuti Tahun 2007

Jatah cuti untuk tahun 2007 masih tersisa 11 hari. Lumayan masih banyak euy, he he he.
Yang pertama, yang ingin saya sampaikan dari lubuk hati saya adalah bahwa saya harus mengucap syukur kepada Allah. Karena tahun ini Tuhan beri kesehatan, sehingga tidak mengalami sakit yang berarti. Sehingga catatan kehadiran kerja saya di perusahaan tercatat, alfa = 1 hari, ijin = 0, sakit = 0.
Ada alfa 1 hari? Yah, itu karena cuti tahun lalu kebablasan, hiks.

Tidak seperti tahun sebelumnya yang menghabiskan cuti di tempat wisata. Untuk tahun ini, akan saya habiskan dulu bersama Tuhan di Gereja. Baru pulangnya langsung berlibur.

Masalahnya, cuti tahun ini mau kemana ya? Bingung!
Cuti tanggal 31 Desember 2007 - 11 Januari 2008, tetapi hari genee belum terpikir mau kemana??? he he he...
Masih ada waktu 3 hari untuk berpikir ...

Perjalanan ke Lampung : Pulang Naik Kapal Cepat (5)

Pekerjaan rampung, jalan-jalan pun cukup, dan sekarang waktunya untuk pulang. Saya agak ragu, apakah pulangnya menggunakan Damri lagi? Ataukah menggunakan travel?. Untuk mencoba pengalaman baru, tidak ada salah saya mencoba menggunakan travel. Keuntungan menggunakan travel, kita bisa dijemput di manapun kita berada di Bandar Lampung. Hanya saja, kerugiannya, kita ikut muter-muter dulu menjemput seluruh calon penumpang yang juga ingin dijemput. Saya pikir sepertinya akan terlalu lama. Sehingga saya putuskan untuk potong kompas saja, yaitu dengan menggunakan kendaraan travel di Kilometer 10 Panjang.

Hanya sekitar 30 menit ngetem, kendaraan sudah penuh (isi 6 penumpang, Mitsubishi Kuda). Ongkosnya ternyata tidak terlalu mahal, hanya Rp 25.000,-. Selanjutnya dari Bakauheni saya menggunakan kapal cepat dengan tarif hanya Rp 30.000,- (sudah termasuk jasa pelabuhan, jasa angkutan, jasa asuransi, dan kontribusi ke Pemda). Hanya butuh waktu 90 menit ternyata saya sudah sampai di Pelabuhan Merak. Selanjutnya dari terminal Merak saya lanjutkan perjalanan dengan bis ke Jakarta dengan ongkos Rp 13.000,- (Bis APIK non AC). Sehingga total pengeluaran dari Panjang ke Jakarta hanya Rp 68.000,-, lebih murah dibandingkan jika naik Damri yang Rp 130.000,- kelas eksekutif.

Sebagai informasi bahwa jalur travel Panjang - Bakauheni ternyata jalur rebutan antara bis reguler dengan travel, sehingga sering terjadi keributan. Dan pada akhirnya yang dirugikan adalah kendaraan reguler. Kasihan juga ...

Perjalanan ke Lampung : Nikmati Sate Luwes (4)

Lokasinya di Jl. K.H. Mas Mansyur, Rawa Laut, Bandar Lampung. Menurut informasi bahwa, sate ini sangat bermanfaat untuk kesehatan karena terbuat dari bumbu dan rempah-rempah yang berkualitas tinggi, bahkan ada yang didatangkan dari luar negerti, di antaranya adalah ketumbar yang katanya dari India. Cara mengolah bumbu pun tidak asal jadi, di antaranya jahe yang harus dikeringkan dulu sebelum digunakan sebagai bumbu. Yang saya agak bingung, manfaat apa yang bisa diperoleh dengan makan sate ini ya? Yang pasti, kalau saya ke sini, karena kebetulan perut sudah keroncongan minta diisi.

Ketika saya ke sana untuk mencoba, memang rasa bumbunya agak lain, atau mungkin lidah saya yang belum terbiasa? Sehingga saya kurang bisa menikmati. Selain itu juga sate kambingnya agak keras, sehingga pegal juga makannya. Yang unik di sate luwes ini, juga disediakan lalapan, tetapi anehnya koq tidak disediakan sambel?
Kenapa ya? Harganya standar, per sepuluh tusuk cuma Rp 22.000,-.

Perjalanan ke Lampung : Taman Kupu-Kupu Gita Persada (3)

Lokasi Taman Kupu-Kupu Gita Persada ini berada di di daerah kaki Gunung Betung, Desa Tanjung Manis, Kelurahan Kemiling. Untuk menuju lokasi ini memang agak sulit, karena di sepanjang jalan tidak ada sama sekali papan informasi. Demikian juga di lokasi taman tersebut, tidak ada petunjuk bahwa tempat itu adalah sebuah Taman Kupu-kupu. Satu-satu patokan saya ke arah ini dari kota Bandar Lampung adalah bahwa lokasinya setelah Taman Bumi Kedaton, yang berjarak 7 km. Saya sendiri baru bisa menemukan, setelah 4 kali bertanya dengan penduduk setempat, bahwa lokasinya persis di depan sebuah mesjid.

Adalah seorang Dr. Herawati Soekardi, ahli kupu-kupu dari Universitas Lampung, sebagai pelopor upaya pelestarian kupu-kupu di daerah tersebut.
Awalnya lahan ini kritis, tidak ada apa-apanya, tetapi beliau mampu merekayasanya sehingga mampu menghadirkan kupu-kupu di kawasan tersebut. Dari keberhasilan tersebut, membuktikan bahwa kupu-kupu adalah barometer kondisi lingkungan di suatu daerah.

Ketika memasuki pintu halaman Taman tersebut, nampak seperti tidak berpenghuni. Tetapi tidak lama kemudian kami ditemui oleh pengelola taman tersebut, yaitu Pak Martinus. Belakangan saya ketahui rupanya anak dari ahli kupu-kupu di Lampung, Dr. Herawati Soekardi. Beruntung pada saat itu, Pak Martinus sedang melakukan implantasi telur-telur di tanaman widuri. Sehingga saya berkesempatan untuk ikut mengamatinya. Dan juga saya berkesempatan di antar berkeliling taman tersebut yang luasnya 4 Ha pada ketinggian 460 meter dpl. Di kawasan tersebut juga tersedia cage. Yang menurut Pak Martinus dimaksudkan untuk memudahkan dalam melakukan penelitian dan juga pemotretan. Di saat yang bersamaan rupanya ada beberapa mahasiswa Biologi dari Universitas Lampung yang sedang melakukan penelitian di bawah bimbingan Ibu Hera.

Menurut Martinus, bahwa yang sudah berhasil ditangkarkan sebanyak 50 spesies, dantaranya yang berkatagori langka, yaitu : Troides helena. Jenis lain seperti Perut Merah, Limau Balak, Limau Halom, Limau Tutul, Kupu Hijau, Sirsak Biru, Sirsak Hijau, Ekor Pedang, Cacapuri, Johar Kuning, Kertas, Buntar, Daun Coklat, Widuri, Kepompong Emas, dsb.
Taman Gita Persada ini sementara hanya untuk keperluan wisata edukasi, tidak untuk umum.
Keberhasilan Ibu Hera, menjadi penanda keberhasilan penangkaran kupu-kupu di habitat alami, khususnya kupu-kupu Sumatra. Berbeda dengan Taman Kupu-kupu yang lain, yang pernah saya kunjungi terkesan hanya mengumpulkan kepompong lalu dilepas dalam sebuah cage. Apa yang dilakukan oleh Dr. Herawati adalah benar-benar hasil penangkaran dan juga berhasil merekayasa habitat alami, menjadi lingkungan yang benar-benar cocok untuk kelangsungan kupu-kupu. Indonesia adalah negara dengan kekayaan keanekaragamanhayati tertinggi di dunia, sudah sepantasnya disetiap daerah memiliki taman ini. Kapan daerah lain menyusul, sehingga kami bisa kunjungi dan nikmati keindahan sayap kupu-kupu?

(Catatan : pada gambar, tidak banyak kupu-kupu yang berhasil kami photo, karena sulitnya kami mengabadikan keindahan kupu-kupu tersebut. Pada photo juga nampak Martinus yang sedang mengimplantasi telur di tanama widuri. Juga nampak Ibu Hera yang sedang berkeliling taman dengan mahasiswanya).

Perjalanan ke Lampung : Cicipi Pindang Raden Fattah (2)

Seharusnya hari ini pekerjaan saya di Lampung sudah selesai, tetapi sayang ada beberapa pekerjaan yang di luar perkiraan belum terselesaikan. Sehingga terpaksa hari ini saya tidak bisa kemana-mana. Dan rencana mau melanjutkan ke Bengkulu dengan seorang kawan pun gagal total. Baru sore harinya, pekerjaan tersebut dapat terselesaikan.

Malamnya dengan menggunakan kendaraan kantor saya sempatkan berjalan-jalan di sekitar kota Bandar Lampung. Dan akhirnya terdamparlah di rumah makan Pindang Raden Fattah, tepatnya di Jl. Gajah Mada No. 65 di sebelah Holland Bakery.

Masakannya lumayan enak (nilai B, skala A-F), dengan masakan special Pindang. Ada beberapa macam pindang seperti ikan, ayam, iga, dan beberapa saya lupa. Dan menu yang saya pilih adalah pindang baung (sejenis ikan), tetapi yang muncul di meja makan adalah : nasi putih semangkuk besar, otak-otak, lalapan, 4 jenis sambel, srikaya, dan potongan buah. Menurut informasi, bahwa cuma lalapan saja yang gratis, he he he...

Semua sambel sudah saya coba, tetapi yang berkenan di perut cuma sambel terasi dan sambel rusip saja. Sambel duren dan nanas, hanya sekedar dicicipi saja. Sepertinya memang tidak cocok dengan lidah saya. Sambel rusip? ternyata terbuat dari ikan yang diblender hingga hancur. Pindang baungnya enak banget tuh, layak dicoba. Harga? tidak terlalu mahal, standar. Pindang cuma Rp 7.000,-, sambel terasi Rp 2.000,-, sambel rusip Rp 2.000,- dan srikaya permangkuk kecil cuma Rp 1.500,-

Perjalanan ke Lampung : Naik Damri (1)

Kebetulan saat ini sedang ada tugas di kantor cabang Panjang, Lampung. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan untuk sambil ber-backpackeria ke daerah Lampung dan sekitarnya he ... he... asyik. Kebetulan juga sudah lama saya tidak menggunakan kendaraan umum. Jadi kali ini saya mencoba menggunakan Bis Damri dari Jakarta ke Bandar Lampung. Semula agak bingung juga, di terminal mana saya harus naik bis tersebut.

Akhirnya diperoleh informasi yaitu di stasion kereta api, Gambir. Ternyata tidak sulit menemukannya, pukul 09.00 saya sudah berhasil menemukannya, yaitu dekat pangkalan Taxi Blue Bird. Sekedar informasi bahwa harga tiket untuk kelas Super Eksekutive adalah Rp 135.000,- sedangkan kelas Bisnis Rp 110.00,-. Saya memilih kelas Super Eksekutif dengan nomor Bis 3645. Bis yang jadwalnya pukul 10.00 wib, baru berangkat pukul 10.21 wib, keterlambatan tersebut menurut kondektur karena ada penumpang yang belum naik.

Tiba di dermaga Merak pkl 12.01 wib, tepat pkl 12.50 bis baru bisa naik kapal penyeberangan. Beruntung kapal yang dinaiki baru saja diresmikan penggunaannya di Dermaga 3 Merak, sebelumnya kapal KM Mentari Nusantara tersebut adalah dari Subaya untuk rute jarak jauh. Baru kali ini kapal nya agak keren, dan yang penting, bersih. Sebelumnya, wah ... jorok banget.

Tiba di dermaga Bakauheni pkl 15.25 dan sampai di Panjang pkl 17.20 wib. Hari ini tidak ada kegiatan backpaker, karena sepenuhnya menyelesaikan pekerjaan kantor, yaitu memperbaiki Server Novell. Malamnya sekitar pkl 02.00 pagi, baru saya bisa istirahat dan menginap di Hotel Pacific di Jl. Yos Sudarso No.3.

Sekedar informasi tarif kamar, Family Deluxe / New Deluxe Rp 194.000,- Single Standar Rp 92.000,-. Saya memilih New Deluxe. Fasilitas : TV, air panas, AC. Bersih, pelayanan lumayan, juga ada sarapan pagi. Sarapannya lumayan enak, ada 3 macam : bubur, roti bakar, dan ketupat sayur, tinggal pilih.

Kepiting Saus Tiram di Food Court Kelapa Gading

Lokasi yang nyaman, harga yang mahal ternyata bukan jaminan makanan itu enak. Kalau saya ber kuliner di Food Court Kelapa Gading, kebetulan saja istri saya sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke 40 ... wow sudah tua ternyata. Jadi sekali-kali boleh lah makan di kawasan elit tersebut. 2 ekor kepiting saus tiram, kakap bakar, dan cah kangkung cukuplah. Walaupun cuma 3 jenis, harganya lumayan juga, Rp 185.000,- . Yang mahal adalah kepiting saus tiram, yaitu Rp 88.000,-. gile bener.
Masalahnya, kalau enak sih oke-oke aja. Persoalannya koq rasanya lain ya ... seperti bukan saus tiram, pokoknya enggak enak banget dech. Kapok. Padahal dulu enggak seperti ini. Penilaian saya makan di sini adalah F untuk skala A - F. Baru kali ini penilaian saya F lho ... Semoga siempunya restaurant membaca blog ini, sehingga dapat memperbaiki kembali pelayananya.

Sebetulnya food court di sini lumayan tertib. Masing-masing pedagang tidak saling berebut konsumen. Di setiap meja sudah disediakan berbagai macam menu sekaligus berbagai macam restoran yang ada di area tersebut. Life music-nya pun selalu ada setiap malam. Cukup nyaman. Dari berbagai menu dan restoran itu, akhirnya saya pilih Ikan Bakar Ujung Pandang. Yang membuat saya tertarik makan ikan bakar Ujung Pandang, adalah bumbunya yang biasanya ada 3 macam. Saya paling suka bumbu dengan daun kemangi dan mangga, sedangkan yang menggunakan gula merah itu enggak begitu suka. Dimana lagi ada ikan bakar Ujung Pandang ya?

Cibodas dibuka lagi


Sejak kemarin (1/12) Kebon Raya Cibodas dibuka lagi. Konon katanya ada konflik antara Pemda Cianjur dengan pengelola Kebon Raya, yaitu mengenai perpakiran. Menurut saya banyak hal yang perlu dibenahi kembali, termasuk dalam hal karcis masuk. Untuk berwisata ke daerah ini, bagi yang baru pertama kali ke obyek wisata Cibodas akan membingungkan. Masalahnya di pintu gerbang yang bertuliskan "Obyek Wisata Cibodas" sudah diminta tiket masuk sebesar Rp 2.000,- per orang dan Rp 5.000,- per kendaraan. Tetapi pas masuk ke Kebon Raya-nya kita akan ditagih lagi, sebesar Rp 4.000,- per orang dan Rp 10.000,- per kendaraan. Bingungkan???
Setelah dicek kembali rupanya di pintu gerbang pertama adalah pembayaran retribusi untuk Pemerintah Daerah Cianjur. Sedangkan di pintu gerbang berikutnya adalah untuk tiket masuk ke Kebun Raya Cibodas. Pertanyaannya, kalau memang ada retribusi, kenapa sih enggak dijadikan satu saja? Selanjutnya Kebun Raya Cibodas tinggal setor ke Pemda, bukankah lebih praktis?. Dan aneh juga, jika harga retribusi separuh dari tiket masuk ke obyek wisata yang kita tuju.

Hari kedua pembukaan Kebun Raya Cibodas tersebut, terlihat masih sepi pengunjung. Mungkin banyak yang belum tahu. Informasi hanya terlihat di beberapa spanduk di sepanjang jalur Ciawi - Puncak - Cianjur saja. Dikejauhan di langit yang sudah menjelang sore, nampak 2 ekor burung Elang Jawa berputar-putar di atas pebukitan Gunung Gede Pangrango. Tidak biasanya Cibodas di sore hari masih nampak terang, biasanya sudah hujan dan berkabut.

Menunggu Rujak Bebek

Rujak bebek (bebek, bukan itik). Bahasa sundanya beubeuk, ditumbuk. Bisa dipastikan kalau makanan ini khas punya Sunda. Cara membuatnya pun sederhana. Bahan-bahannya terdiri dari pisang batu yang masih muda, jambu, bangkuang, gowok, ubi merah ditumbuk dengan lesung jadi satu ditambah bumbu-bumbu seperti garam, gula merah, dan terasi. Wah ... pokoknya enak banget. Harganya cuma Rp 3.000,- per porsi. Penyajiannya pun sangat unik, terkesan seperti main-mainan diselembar daun pisang kecil, dan sendoknya pun dari daun kelapa muda.
(Keterangan gambar : Sehabis berenang di Green Hill - Pacet, Adriel, Debby dan mamahnya sedang menunggu rujak bebek ditumbuk).

Sop Buntut Banghadji

Pulang dari SKI Tas Tajur, saya lanjutkan perjalanan ke Sukamantri Gunung Salak. Sudah lama tidak ke sini, jadi rada lupa euy jalannya, sehingga perlu beberapa kali bertanya. Rupanya jalan-jalan di sana sudah rusak parah. Dan menurut penduduk sekitar, untuk mencapai ke sana tidak bisa dilalui kendaraan. Batal, lain waktu aja dech.

Jam sudah menunjukan pukul 16.00 dan perut pun sudah keroncongan, lapar banget. Pas berhenti di lampu merah di Jl Jenderal Sudirman No 15, menemukan rumah makan Sop Buntut Banghadji. Warnanya sangat mencolok, merah. Iklan bannernya berbunyi, semangkuk nasi plus sop harganya tertulis Rp 6.500,- wah ... kayaknya murah dan enak nih. Mampir ah ...

Akhirnya yang dipilih, sop buntut goreng dan ayam bakar, loh? Rupanya yang Rp 6.500,- itu cuma nasi yang langsung dicampur sayur sop. Sop buntut goreng harganya Rp 21.000,- , penilaian saya mengenai masakan di sini, hmmm ... lumayan! Nilai B pada skala A - F.
Rumah makan ini di franchise-kan loh, web-nya http://www.banghadji.com.
Sengaja datang dari Jakarta, cuma mau minum cincau ijo. Kurang kerjaan? Enggak juga! Memang sudah niat koq, hi hi hi. Sebetulnya yang namanya cincau ijo, itu standar. Dimana-mana pasti bentuknya ya seperti itu, kaya agar-agar yang berwarna ijo. Cuma kalau beli di depan rumah, biasanya siropnya berwarna merah plus serutan es. Nah ... yang di sini berwarna putih plus santan. Kebayangkan? Kebetulan juga saya lagi terkena panas dalam, jadi klop deh.

Lokasinya di Sumber Karya Indah (SKI) Tas Tajur. Sebuah konsep paduan mutualisme, yang saling menguntungkan. Sebuah pusat pembelajaan tas Tajur yang terkenal baik di luar maupun dalam kota Bogor. Es cincau ijo tersebut menempati salah satu lokasi di dalam kompleks ruangan tersebut. Cukup ramai.

Di sana ada juga sarana kolam ikan, yang berisi ikan Arapaima gigas yang berukuran besar. Selain itu juga ada binatang kura-kura, elang jawa, kakak tua jambul kuning, dan surili. Ada juga Boogie Car, Flying Fox, dsb. Sungguh tempat menarik untuk anak-anak bermain. Makanan dan minuman di sana juga tidak terlalu mahal. Es cincau ijo harganya cuma Rp 3.000,- ada yang berasa manis ada juga yang tawar. Menurut si penjual, cincau ini dapat menyembuhkan penyakit panas dalam, bahkan menurut salah satu milis dapat menyembuhkan penyakit kanker. Benar enggak ya?

Danau di Atas Gunung, Situ Gunung

Bagi yang hobi wisata ke alam terbuka, tetapi dengan waktu yang singkat, Situ Gunung dapat menjadi pilihan yang menarik. Lokasi Taman Wisata Alam ini dapat ditempuh dalam waktu 3 jam dari Jakarta, menuju ke arah Sukabumi. Tempat wisata ini terletak di Kecamatan Cisaat, kurang lebih 15 km sebelum Sukabumi. Dengan tiket masuk sebesar Rp 7.500 dan biaya parkir Rp 2.500,-.

Situ Gunung, artinya Danau yang berada di atas gunung adalah sebuah cerita keindahan alam yang tersebar di Sukabumi. Terletak diketinggian 1000 mdpl. Danau seluas 9 hektar ini berasal dari sungai Cimana Racun. Cuma nama saja Cimana Racun, airnya sendiri tidak beracun. Di sepanjang tepi danau berderet pohon-pohon cemara dan Agathis yang menjulang tinggi, yang membuat suasana teduh. Di sisi lain dikejauhan nampak rimbunan pohon yang terletak di perbatasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Hujan rintik-rintik dan kabut yang mulai turun akhirnya membatasi pandangan kami.

Selain sebagai tempat yang menarik untuk dikunjungi. Situ Gunung juga memiliki cerita menarik. Menurut cerita, bahwa Situ Gunung ini dibuat oleh seorang buronan Belanda bernama Shahadana atau dikenal dengan nama Mbah Jalun, yaitu seorang bangsawan Mataram.
Di mana dalam pelariannya melawan Belenda pada tahun 1814 bersama istrinya dia menetap di kawasan tersebut. Di desa itu pula istrinya melahirkan seorang anak yang diberi nama Rangga Jaka Lulunta. Sebagai wujud rasa syukurnya dia membuat danau yang dibuat oleh tangannya sendiri dalam waktu 7 hari, yang kemudian diberi nama Situ Gunung.
Singkat cerita, keberadaan Mbah Jalun akhirnya diketahui Belanda dan dijatuhi hukuman gantung di alun-alun Cisaat, tetapi dia berhasil melarikan diri. Terakhir Syahadana akhirnya dikabarkan wafat di daerah Bogor.

Selain cerita di atas, ternyata kawasan ini juga pernah dikunjungi oleh para peneliti Belanda, di antaranya adalah Reindwardt (1819), Junghun (1839), JE. Teysman (1839). AR Walace (1861), SH Koorders (180), Treub (1891), Dr. Van Leuweun (1918), dan CGGJ Vam Steenis (1920) yang terkenal dengan bukunya mengenai tumbuh-tumbuhan pegunungan di Jawa.

Beberapa jenis tanaman lain yang mendominasi kawasan tersebut di antaranya adalah : Puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), dan jenis-jenis dari keluarga Fagaceae. Jenis-jenis selain tersebut diatas terdapat juga saninten (Castanopsis argantea), hamirung (Vernones arborea), gelam (Eugenia fastigiata), dan kisireum (Cleistocalyx opertculata).

Ketika masih kuliah dulu beberapa kali kami mengunjungi daerah ini, saat itu kondisinya masih alami. Saat ini separuh pinggir danau dipagari oleh tembok, suatu hal yang menurut saya tidak bagus. Jika dulu ada dermaga kayu, entah sekarang lokasinya di mana saya sudah lupa, dan sepertinya sudah tidak ada lagi. Sayang.

Libur Lebaran di Ancol

Sangat jarang di Jakarta macet, kecuali setiap Lebaran. Jalan-jalan sangat lenggang dan sepi, padahal biasanya macet luar biasa. Alasan inilah yang semula saya mau ke Puncak dialihkan jalan-jalan ke Ancol. Sayang, ketika sesudah masuk ke Taman Impian Jaya Ancol, baru terlihat kemacetan yang panjang. Sehingga untuk memarkirkan kendaraan saja, sangat sulit dan merepotkan. Saya perlu dua kali keliling untuk mendapatkan parkir, dengan harapan ada mobil yang segera pulang. Pengalaman ini menjadi pelajaran, untuk menghindari jalan-jalan di hari raya. Dengan jumlah pengunjung yang membludak, seharusnya ada potongan harga. Tetapi nampaknya tiket masuk sama saja seperti hari-hari biasa, sepuluh ribu rupiah.

Mengembalikan Kesegaran di Curug Tujuh, Cilember

Selama ini jika ke berlibur ke Puncak - Bogor, yang kita tahu hanyalah Cibodas, Taman Safari, dan Perkebunan Teh. Padahal ada juga loh, lokasi menarik lainnya yaitu Curug Tujuh, Cilember. Curug tujuh merupakan objek wisata alam (wana wisata) yang cukup menarik dengan panorama alam berupa mata air dengan 7 buah air terjunnya. Selain itu juga ada taman kupu-kupu yang eksotik dan hamparan pohon pinus. Jika anda bosan dengan rutinitas pekerjaan kantor, lokasi ini dapat menjadi alternatif pilihan wisata yang menarik dan juga murah meriah. Gemercik suara air, indahnya warna kupu-kupu, dinginnya udara pegunungan, akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.

Lokasi wana wisata Curug Cilember ini berada didalam kawasan hutan lindung pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Untuk mencapainya jika anda dari Jakarta, kurang lebih 15 km keluar dari pintu tol Gadog (Jagorawi), yaitu di sisi kiri jalan raya Puncak. Plang petunjuk informasinya sendiri ada di sebelah kanan jalan, tidak begitu jelas. Ketika belok menuju jalan ini, cukup sempit dan melewati perumahan yang cukup padat dan berkelok-kelok. Di antara rapatnya perumahan, memang seperti tidak percaya, apakah benar ada air terjun disekitar sini?. Tetapi setelah memasuki gerbang wana wisata curug cilember, pemandangan berubah drastis.

Curug Tujuh
Curug dalam bahasa Sunda artinya air terjun, jadi jumlah air terjunnya ada tujuh. Ketujuh air terjun ini terletak berurutan dimulai dari curug tujuh yang lokasinya paling bawah dekat dengan guest house. Bagi pengunjung yang suka hiking, dapat melanjutkan ke curug 6, 5, 4, dan seterusnya hingga paling atas. Jalur menuju setiap curug sangat menarik dan memiliki panorama yang indah dan khas. Untuk mencapai curug yang paling atas dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Air terjun ini mengalir ke beberapa tempat membentuk sungai-sungai kecil berbatuan. Merupakan tempat yang menarik untuk memancing ikan gabus. Ketika ke sana ada beberapa orang yang saat itu sedang memancing, wah banyak juga hasil mereka, walaupun ikan gabusnya kecil-kecil. Kami juga menemui beberapa fauna khas yang selalu berada di perairan sungai seperti capung (Odonata) yang memiliki aneka warna, sangat indah dan jarang ditemukan di daerah lain.

Taman Kupu-Kupu
Taman Kupu-Kupu ini masih sangat sederhana, dan bersifat tertutup (in cage) berbentuk setengah bola (dome). Untuk masuk ke taman ini, pengunjung membayar tiket sebesar Rp 3.000/ orang. Sayang penghuninya tidak begitu banyak, hanya dalam hitungan jari saja yang terlihat berterbangan. Dan ada sejenis kupu-kupu yang mencoba hinggap di tangan saya, cukup menarik. Beberapa meter dari dome terdapat laboratorium penangkaran kupu-kupu, yaitu sebagai tempat kupu-kupu menaruh telur dan mencari makanan dari berbagai jenis tanaman berbunga. Di sini kita bisa mempelajari proses tahapan-tahapan perubahan bentuk tubuh kupu-kupu yang disebut metamorfosis. Sungguh proses yang sangat luar biasa. Dimulai dari telur yang menetas menjadi larva (ulat), kemudian berubah menjadi pupa (kepompong). Dan setelah beberapa lama dari kepompong tersebut akan keluar seekor kupu-kupu. Menurut Yusuf, staf penjaga laboratorium dan taman kupu-kupu, bahwa ada 12 jenis yang sudah berhasil ditangkarkan di tempat ini.


Untuk mendukung kehidupan kupu-kupu, di lokasi ini juga tersedia berbagai macam jenis tanaman bunga-bungaan dan angrek, diantaranya : bunga soka, nusa indah, sirih hutan, nona makan sirih, Phalaenopsis, Dendrobium, Cattleya, Phailus, Xandra, dsb yang totalnya sekitar 100-an jenis.

Taman Keluarga
Selain pemandangan alam, disini juga tersedia berbagai fasilitas yang mengasyikan, seperti : penginapan berupa guest house dengan tariff antara Rp 600.000 – Rp 800.000 perhari. Guest house yang berkontruksi kayu ini dapat menampung antara 15 – 20 orang. Sedangkan bagi yang ingin berkemah di alam terbuka, juga tersedia peralatan kemah, yang dilengkapi dengan sarana MCK dan Mushola. Mengenai keamanannya, tidak perlu khawatir karena dijaga 24 jam oleh hansip dan penduduk sekitar. Mereka sudah memahami arti penting pengunjung bagi kemakmuran warga desa sekitarnya.

Pajak Buah Brastagi


Walaupun tradisional, pajak (pasar) buah dan bunga di Brastagi cukup rapih, bersih, dan teratur. Hal ini pula yang membuat pasar tersebut mempunyai daya tarik tersendiri, untuk dikunjungi. Jeruk manis nampaknya lebih mendominasi di antara buah-buahan yang lain, selain markisa dan terong belanda. Terong Belanda? buah apa pula? Nah ini dia, katanya buah yang spesifik hanya di jual di daerah sini, tidak ada di tempat lain. Bentuknya mirip dengan terong yang biasa kita kenal. Bentuknya oval seperti telur. Paling enak jika dibuat jus, atau dicampur dengan markisa, menjadi jus martabe. Di Jakarta yang menjual jus terong belanda, setahu saya di rumah makan padang dekat Pelabuhan Tg Priok. Nama latin Terong belanda adalah Cyphomandra betacea Sendtn.
Klasifikasi selengkapnya Terong Belanda adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospremae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Solanaceae
Genus : Cyphomandra
Species : Cyphomandra betacea Sendtn
Buah ini berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi dan penyegar badan. Kandungan kimia : afkaloida, flavonoida dan tanin. Pasar yang cukup menarik.

Bika Ambon dan Bolu Meranti

Memang seperti ada yang kurang, jika pulang dari Medan tidak membawa oleh-oleh Bika Ambon Zulaikha dan Bolu Meranti. Sudah menjadi bawaan wajib kalau pulang dari dinas di Medan membawa makanan tersebut, selain titipan orang sekantor juga untuk oleh-oleh keluarga di rumah. Bika Ambonnya memang enak, begitu juga dengan Bolu Gulung Meranti. Wah enak banget …
Untuk membeli Bika Ambon, lokasinya terletak di Jl. Mojopahit No. 62. Jangan heran, kalau ke tempat itu sangat ramai dikunjungi pembeli. Sangat kontras dengan pedagang di sebelahnya. sedangkan Bolu Meranti di Jl. Keriung. Kalau tidak mau kehabisan, sebaiknya pesan dulu melalui telepon, sebab biasanya selalu tidak kebagian. Hanya saja sayang, ketika ke tempat tersebut tutup, libur memperingati 17-an. Akhirnya bawaan kali ini hanya Bika Ambon saja. Walaupun cuma 6 potong, ukuran setengah, ternyata lumayan berat.

Ada pertanyaan yang menggelitik. Kalau memang makanan khas dari Medan, kenapa disebut Bika Ambon, bukannya Bika Medan? Aneh! Menurut pedagangnya sendiri, Ika Zulaikha sendiri dalam situs ini, ada 2 versi. Pertama bahwa dulu ada pedagang dari Ambon yang menjajakan kue yang berwarna kuning tersebut ke Malaysia, yang kemudian hijrah ke Medan. Dan ternyata dagangannya malah laris di sini. Versi kedua, bahwa kue itu pertama kali dijual di Jl. Ambon, sehingga dikenal dengan Bika Ambon. Lepas dari asal muasalnya, yang pasti, enak!

Suaka Marga Satwa Muara Angke

Mangrove Chalenge, membuat saya terpancing ke daerah tersebut, Suaka Marga Satwa Muara Angke. Enam tahun yang lalu saya pernah ke sini, kondisi saat itu sudah sangat parah. Dan saat ini ternyata lebih parah lagi. Tidak pantas lagi disebut sebagai kawasan hutan mangrove. Papan informasi “Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI” yang dulu terpasang di tepi jalan raya, saat ini sudah tidak terlihat lagi. Sudah berubah menjadi kawasan hunian, real estate mewah.

Hutan mangrove atau hutan bakau adalah hutan yang sangat unik, karena merupakan gabungan tumbuhan yang memiliki ciri hidup di darat dan di laut. Yang di tandai dengan tanaman yang memilki perakaran yang menonjol, yang disebut akar nafas, sebagai proses adaptasi yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sejatinya hutan mangrove sangat penting bagi kehidupan manusia, karena berfungsi untuk melindungi daratan dari terjangan ombak atau tsunami, mencegah intrusi air laut jauh ke daratan, mencegah abrasi, tempat perkembangbiakan jenis-jenis hewan ikan, kepiting, kerang, buaya, udang dan sebagainya.

Dua kali saya ke tempat ini, yaitu tgl 15 Juli dan 18 Agustus 2007. Sangat tidak terasa sekali atmosfer jika sedang berada di hutan belantara, yang seharusnya rimbun oleh berbagai jenis vetetasi. Kawasan yang hanya tinggal 2,5 Ha ini di sisi barat muara kali angke tersebut, kondisinya sangat kontras, karena lokasinya persis bersebelahan dengan perumahan mewah. Tidak ada binatang liar yang dijumpai di kawasan tersebut, kecuali justru di luar “kawasan” Ex- kawasan hutan mangrove tersebut, tepatnya di depan sekolah yang hendak di bangun, di sana masih banyak dijumpai burung-burung liar. Sarang-sarang burung tersebut sangat jelas terlihat persis dibawah crane, alat-alat bangunan.

Pada papan informasi masih terlihat jelas, bahwa di sini banyak ditemukan kurang lebih 90 jenis burung, diantaranya Zosterops palpebrosus, Ortothomus ruficeps, Rhipidura javanica, Aegithina tiphia, Prinia familiaris, dsb. Seharusnya menjadi tempat yg menarik bagi para Bird Watcher maupun peneliti burung. Ketika saya ke sana, ternyata tidak banyak terlihat.
Tidak lama lagi, kawasan hutan mangrove, itu akan musnah.
Mari kita hitung mundur mulai dari sekarang ...

Planetarium Jakarta

Minggu ini giliran Planetarium Jakarta yang saya kunjungi. Saya perlu menyebut Jakarta-nya, karena di Indonesia ternyata ada 3 wahana sejenis. Lokasi lainnya adalah di Kutai, Kalimantan Timur dan Surabaya, Jawa Timur. Terakhir ke Planetarium Jakarta sekitar tahun 1979, wah sudah lama banget ya. Lokasinya masih di Jl. Cikini Raya 73. Tidak begitu ramai, bahkan cenderung sepi. Sudah beberapa kali sebetulnya saya berencana ke sini, tetapi selalu ragu, apakah buka?. Dan akhirnya hari ini, tgl 26 Agustus 2007 rencana tersebut baru kesampaian.Tepat pukul 14.00 saya mulai mengantri membeli tiket masuk. Tiket masuk dewasa adalah sebesar Rp 7.000,- per orang, sedangkan anak-anak Rp 3.500,- per orang. Ruangannya cukup dingin, ber AC dengan kapasitas tempat duduk kurang lebih 100 tempat duduk.

Di tempat ini, kita akan menyaksikan peragaan simulasi benda-benda langit. Pertunjukan berdurasi 60 menit itu, bisa kita saksikan antara lain :


  1. Penjelajah Kecil di Tata Surya
  2. Gerhana Matahari
  3. Gerhana Bulan
  4. Galaksi Kita Bima Sakti
  5. Planet Biru Bumi
  6. Bintang ganda dan Bintang Variabel
  7. Dari Ekuator sampai Kutub
  8. Riwayat Hidup Bintang
  9. Pembentukan Tata Surya

Sekedar informasi, bahwa jadwal pertunjukan lengkapnya adalah : Selasa s.d. Jumat jam 16.30 wib, Sabtu dan Minggu jam 10.00, 11.30, 13.00 dan 14.30 wib. Sedangkan hari libur nasional jam 10.00, 13.30, 15.00 dan 16.30 wib. Hari Senin libur, digunakan untuk kegiatan maintenance.

Menurut situs resminya di http://planetarium.jakarta.go.id selain pertunjukan Teater Bintang dan multimedia, Planetarium & Observatorium Jakarta juga menyediakan sarana observasi benda-benda langit melalui peneropongan secara langsung, untuk menyaksikan fenomena alam lainnya, seperti gerhana bulan, gerhana matahari, komet dan lain-lain. Jadwal peneropongan disusun dan disesuaikan dengan memperhatikan prakiraan cuaca. Kegiatan peneropongan ini tidak dipungut biaya, seperti kejadian Gerhana Bulan yang akan jatuh pada tanggal 28 Agustus 2007 hari ini, bisa disaksikan melalui teropong, gratis.

Berpetualang ke Atlantis

Namanya Atlantis. Mungkin mengambil nama sebuah kota kuno yang hilang di telan gelombang laut Atlantik, seperti yang dituliskan Plato dalam bukunya Timaeus dan Critias. Di tempat ini kita bisa menikmati kedahsyatan petualangan wisata air. Tidak salah memang disebut Atlantis Water Adventure, karena memang tempatnya sangat bagus, ada beberapa lokasi kolam, seperti kolam ombak, kolam arus, spiral luncur, dan kolam renang mulai dari untuk Balita hingga ukuran dewasa. Lokasinya pun tidak terlalu jauh dari tempat saya tinggal, hanya 30 menit perjalanan. Anehnya tempat ini justru baru kali ini saya kunjungi, Taman Impian Jaya Ancol. Maklum biayanya lumayan besar, masuk ke Ancol saja Rp 10.000,- untuk umur 2 tahun ke atas. Sedangkan masuk ke Atlantis Rp 50.000,- per orang. Jadi kalau pergi berempat sudah habis Rp 250.000,-. Jadi walaupun dekat, lumayan besar juga ya. Makanya saya jarang ke sini. Tetapi bagi yang hobby dengan air, di sini sangat bagus. Sekedar informasi, untuk penyewaan ban Rp 15.000,-, sewa loker Rp 5.000,-, sewa tempat bilas keluarga pertiga jam Rp 40.000,-.

Bukit Gundaling

Bukit Gundaling, adalah salah satu obyek wisata di Brastagi, yang berjarak kurang lebih 3 km dari pusat kota Brastagi. Bukit yang memiliki ketinggian 1575 dari permukaan laut, ini sangat nyaman sebagai tempat rekreasi keluarga. Dari atas bukit ini pula kita dapat menikmati panorama gunung berapi Sibayak dan Sinabung. Menurut situs resmi Pemeritah Kota Medan, bahwa lokasi wisata ini sudah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda sebagai tempat rekreasi yang mengasyikan.
Dari kota Medan ke arah Brastagi berjarak kurang lebih 66 km. Pada saat itu kami tempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi memerlukan waktu sekitar 3 jam. Waktu yang cukup lama, karena kebetulan saat itu sedang macet, mungkin karena long week end.

Dikenal sebagai kota Markisa dan Jeruk Manis, Brastagi merupakan daerah yang sejuk yang memiliki hamparan perladangan pertanian yang indah, luas dan hijau. Selain itu daerah ini juga memiliki fasilitas lengkap seperti : hotel berbintang, restoran dan padang golf. Kedaerah sini, saya diantar oleh seorang kawan kantor, Felida dan Nora. Berangkat pukul 12.00 wib dan kembali lagi ke kota Medan, pkl 22.00 wib. Tks ya, sudah nganterin dan nemenin.
(Keterangan gambar : Tampak gunung Sibayak di kejauhan, ketika kami nikmati di atas bukit Gundaling).

Timbel dan Serabi


Nasi timbel. Ini makanan khas Bandung, atau Jawa Barat ya? Yang pasti di Bandung, banyak banget yang jual nasi timbel. Harganya tidak terlalu mahal, sekitar Rp 15 ribuan. Gambar di bawahnya adalah penjual Serabi. Makanan tradional Bandung. Sekarang ini, varian serabi macam-macam. Dan yang sedang saya beli di penjual ini adalah rasa kacang dan oncom. Lho, oncom? Aneh ! Eit.. pedes banget. Murah, cuma Rp 750,- beli dua jadi Rp 1.500,-. Lokasinya di Jl. Kiara Condong depan pom bensin.

Lempar Duit

Lempar duit, di kolam di Mall Artha Gading, Jakarta Utara.
Katanya, kalau lempar uang dengan membalikan badan ke kolam tersebut jika jatuhnya tepat di kotak yang berwarna kuning akan makmur (wealth), jika jatuhnya di kotak hitam akan selalu beruntung (fortune), dan kesehatan (health) di kotak lainnya. Benar tidak ya? Menurut saya tentu tidak benar, hanya sekedar sarana hiburan dan menarik perhatian saja. Atau bisa jadi benar, kalau saja pengelola gedung mengumpulkan hasil lemparan duit tersebut dan hasilnya dibagikan ke fakir miskin atau bagi yang benar-benar membutuhkan. Ya ya, cara kreatif menggalang dana, lalu membagikannya ke yang membutuhkan. Semoga saja begitu.

Museum Zoologi Bogor

Lokasinya di Kota Bogor, tepatnya masih berada di dalam area kebun raya Bogor. Karcis masuknya murah banget, cuma Rp 1.000,-. Menurut saya ini karcis yang terlalu murah, lebih murah dari tiket parkir malah. Jadi sebaiknya menurut saya dinaikan saja. Tiket yang terlalu murah, justru menjadi terkesan murahan. Untuk pengunjung pelajar mungkin Rp 1.000,- tidak masalah, tetapi untuk pengunjung umum dinaikan menjadi Rp 5.000,- sepertinya tidak masalah. Ada beberapa koleksi yang sebetulnya ingin saya lihat, tetapi sayang tidak berhasil menemukan seperti jenis ikan purba yang belum lama ditemukan di teluk Manado. Atau mungkin di bagian lain? saya tidak tahu persis. Sebetulnya saya sudah beberapa kali berkunjung ke sini. Dan setiap berkunjung ke sini, memang tidak membosankan, karena selalu ada tujuan dan aspek yang lain yang ingin saya lihat dan ketahui.

Kawah Putih

Saya kembali ke sini, kebetulan rencananya tanggal 11-12 Agustus 2007 mendatang akan ada kegiatan Outbond Training. Sehingga hari ini saya perlu melakukan survey ke kawasan ini. Kebetulan hari ini lagi libur anak sekolah dan juga awal bulan, sehingga jalan menuju kawasan ini macet total, tidak bergerak lebih dari 3 jam. Sehingga rencana perjalanan ke Cimanggu, sementara dibelokan dulu ke Kawah Putih. Yang memang kebetulan juga termasuk daerah yang akan menjadi tujuan rencana outbond.

Kawah Putih terletak di Desa Alam Indah, Kec. Pasir Jambu Ciwidey, Kab Bandung. Jarak tempuh dari bandung kurang lebih 47 km. Dengan kondisi jalan yang beraspal dan mulus hingga ke lokasi Kawah Putih. Alam nya sangat bagus, kawahnya cukup indah dengan air danau ketika saya kunjungi berwarna hijau. Sangat kontras dengan batu kapur di sekelilingnya yang berdiri tegak dan ditumbuhi lumut. Kawah Putih terletak di ketinggian 2434 dpl dengan suhu udara yang sangat dingin sekitar 8 - 22 derajat celcius. Menurut selebaran yang saya peroleh dari petugas pintu masuk, bahwa kawasan ini ditemukan oleh seorang Dr. Franz Wilhem Junghuhn. Aneh ya, sering kali kawasan wisata justru dikembangkan bukan oleh orang Indonesia. Sekedar informasi bahwa tiket masuk per orang adalah Rp 7.500,- roda 2 Rp 2.000,-, roda 4 Rp 5.000,-, roda 6 Rp 10.000,-. Semoga outbond nanti, tidak macet lagi. Jangan lupa kalau kesini, menggunakan pelembab bibir. Soalnya dingin banget, bisa-bisa bibir pecah. Dua kali kesini, dua kali bibir saya pecah.

Tangkubanparahu

Merupakan satu-satunya kawah di dunia yang bisa dilalui kendaraan bermotor, Taman Wisata Alam Gunung Tangkubanparahu. Lokasi berada di ketinggian 1830 dpl, dengan suhu udara yang sangat dingin. Gunung ini termasuk katagori aktif, karena mempunyai lubang kepundan tempat keluarnya magma. Magma adalah batuan cair yang terdapat di bawah permukaan bumi dengan suhu 900 - 1100 derajat C.
Ketika berkunjung ke sana, ada serombongan anak-anak muda berteriak-teriak sambil bercanda dengan temannya, katanya gunung ini seperti perahu, kok tidak ada, dimana?
Lho, bukankah bentuk perahu itu yang sedang mereka injak? He he ...

Untuk mengunjungi Tangkuban Perahu, kendaraan hanya bisa mencapai kawah utama yaitu Kawah Ratu. Tangkuban Perahu terletak 28 km sebelah utara Bandung. Dapat dicapai dalam waktu 30 menit dari Kota Bandung. Sepanjang perjalanan menuju Tangkuban Perahu kita dapat menikmati pemandangan dataran tinggi Bandung yang dikelilingi pegunungan.
Sampai di Tangkuban Perahu, pastinya di Kawah utama yaitu Kawah Ratu kita harus berjalan, memanjat ke Stasiun Geologi di bagian atasnya atau turun ke kawah aktif lainnya yakni Domas. Aktivitas perjalanan akan memberi Anda pengalaman alam menakjubkan. Dari Domas ada jalan setapak menuju hutan ke luar jalan sekitar 2 km dari tempat parkir dekat Kawah Ratu.
Keindahan Gunung Tangkubanparahu, rupanya telah memikat hati seorang Profesor Geologi berkebangsaan Belanda yang mengajar di Universitas Pajajaran, Prof. George Andrian de Neve yang berwasiat agar abu jenasahnya disemayamkan di kawah ini.

Kawasan Wisata Bandung Selatan

Di sela-sela tugas di Bandung, Minggu 17 Juni 2007 saya manfaatkan untuk berwisata alam ke daerah Pegunungan Bandung Selatan. Beberapa obyek wisata yang akan saya tuju di antaranya adalah Kawah Putih Gunung Patuha, Perkebunan Teh Walini, Ranca Upas, Pemandian Air Panas Cimanggu, dan Situ Patengan. Dari Bandung saya berangkat pkl 09.00 wib dan sampai di Ciwidey sekitar pkl 11.00 wib. Agak lambat, karena perjalanan sedikit macet di daerah Soreang, yaitu selepas dari pintu tol Kopo. Kawasan wisata yang pertama dikunjungi adalah Agrowisata Stroberi. Menarik, karena pengunjung bisa memetik sendiri buah stroberi. Di sepanjang kiri kanan jalan, banyak lahan-lahan pertanian dan perkarangan rumah yang menjual produk pertanian tersebut. Harga perkilogramnya adalah Rp 35.000,-. Plus buah yang bisa dimakan langsung di kebun. Kami sendiri hanya kebagian setengah kilogram saja, karena buahnya sudah susah ditemui. Sepertinya habis disikat rombongan sebelumnya.

Obyek wisata selanjutnya adalah Ranca Upas, yang terletak di sisi kanan jalan. Di sini selain sebagai lokasi bumi perkemahan juga sebagai tempat penangkaran rusa. Kami tidak sempat ke daerah ini karena keterbatasan waktu. Daerah selanjutnya adalah Kolam Pemandian Air Panas Cimanggu. Karena udara masih sangat terik, tidak memungkinkan untuk berenang di kolam yang airnya panas. Sehingga waktu perginya kami lewati saja obyek wisata tersebut. Direncanakan pulangnya akan mampir ke obyek wisata tersebut. Panasss! Itu ketika pertama kali nyebur, selanjutnya, biasa aja tuh. Karcis masuk ke Taman Wisata Alam Cimanggu perpengunjung dikenai biaya Rp 5.500,- sedangkan untuk roda empat dikenai tariff Rp 3.000,-.

Obyek wisata selanjutnya adalah Danau Kawah Putih. Karena sebelumnya kami sudah pernah ke sini, untuk kali ini daerah tersebut kami lewati saja, khawatir Situ Patengan sebagai tujuan akhir yang akan kami kunjungi tidak kesampaian. Sedikit cerita mengenai Danau Kawah Putih di Puncak Gunung Patuha. Bahwa daerah ini dulunya di kenal sangat angker. Adalah Dr. Franz Wilhelm Junghunh, seorang ahli Botani pada tahun 1837 yang pada akhirnya memperkenalkan kawasan yang indah tersebut. Warna airnya kadang berubah-rubah menjadi hijau apel atau kebiru-biruan atau coklat susu atau putih.

Kawasan wisata selanjutnya adalah pegunungan teh Walini. Daerah yang sangat menarik, dengan kontur yang berbukit-bukit, dan sejuk. Rencananya akan nongkrong di sini, tetapi lahan parkir yang sangat sempit di kiri kanan jalan, terpaksa perjalanan dilanjutkan.

Dan akhirnya sampailah saya di Situ Patengan, berada di Desa Patengan, kawasan Rancabali. Karcis masuk ke Obyek Wisata Alam Patengan perpengunjung adalah Rp 4.000,- , karcis kendaraan roda empat Rp 10.000,- dan biaya masuk Perkebunan Rancabali Rp 1.500,-. Di pintu masuk Situ Patengan, ada keterangan mengenai kawasan tersebut, yang isinya berupa mitos masyarakat Patengan. Situ Patengan berasal dari Bahasa Sunda, pateang-teang yang artinya saling mencari. Mengisahkan cinta putra Prabu dan putri titisan Dewi yaitu Ki Santang dan Dewi Rengganis yang berpisah sekian lama dan mereka saling mencari dan akhirnya bertemu di sebuah tempat yang disebut batu cinta. Dewi Rengganis meminta dibuatkan sebuah danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersamanya. Perahu ini lah yang kemudian menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati. Luas danau adalah 48 Ha dan luas taman wisata adalah 17 Ha.
Pulangnya kami sempatkan makan di Sindang Reret. Lumayan enak, Gurame, Sop Buntut, dan Bajigurnya juga. Makanan lain yang sempat kami cicipi selama di Bandung, bisa lihat di sini. Akhirnya tiba sampai Bandung adalah pukul 21.00 wib. Cukup melelahkan sekaligus mengasyikan.
(Keterangan Photo : Buah stroberi yang masih menggelantung, Debby sedang memetik buah, Situ Patengan, Perahu di Situ Patengan, Buah Pepino, Kebun Teh Walini, Kolam Pemandian Air Panas Cimanggu, Anggrek di Ciwidey, Adriel sedang meniup, Kawah Putih, Kodok, dan tanaman Jeruk).

Pepino

Ini adalah buah yang baru pertama kali saya dengar dan lihat, yaitu ketika berkunjung ke Situ Patengan. Nama lainnya adalah Melosa dengan nama ilmiah Solanum muricatum. Menurut si penjual, bahwa buah ini dapat mengobati berbagai macam penyakit baik dimakan matang maupun mentah. Buah Pepino yang sudah matang dapat megobati : darah tinggi, panas dalam, disentri, ambeien, asam urat, dan rheumatic.

Khasiat ketika dimakan masih mentah, dapat mengobati berbagai macam pernyakit, seperti :
maag, kencing manis, kolesterol, kegemukan, batu ginjal dan stroke.

Harga perkilogram adalah Rp 10.000,-. Harga tanamannya setinggi 15 cm adalah Rp 15.000,-. Ketika saya berkunjung ke supermarket Borma di Bandung, ternyata ada juga buah Pepino, hanya saja warnanya kuning. Apakah memang ada 2 jenis?

Lihat Orang utan di Bukit Lawang

Sungguh, tempat yang sangat mengasyikan. Berbekal informasi dari website, dan seorang kawan, Pak Sofyan. Akhirnya diputuskan untuk berangkat malam itu juga. Sebelumnya ragu, mengingat belum ada yang pernah ke sana. Terlebih daerah tersebut belum pernah dikunjungi lagi, sejak bencana besar Bohorok tahun 2003 yang lalu. Bukit Lawang adalah kawasan wisata yang berkembang karena daya tarik dan pesona alam yang indah. Lokasi ini menjadi terkenal, karena sebagai pusat rehabilitasi orang utan pertama di Sumatera sejak tahun 1980-an. Penduduk lokal di sana menyebut Bukit Lawang sebagai Bohorok. Ketika kami ke sana jalan menuju Bukit Lawang terancam putus menyusul longsornya badan jalan yang berada di Desa Paya Bedi. Kondisi ini membuat jalan ditutup. Sehingga kami harus mencari jalan alternatif. Tetapi jalan alternatif rupanya tidak berhasil, karena kondisi jalan yang sangat parah, tidak bisa dilalui oleh Xenia yang kami tumpangi. Dengan terpaksa balik lagi dan harus menerobos jalan yang ditutup tersebut. Mengingat daerah yang belum pernah dikunjungi, terpaksa minta dipandu oleh penduduk setempat untuk mengantarkan kami ke lokasi tersebut. Sampai di tempat sekitar pkl 12 malam. Dan langsung ke tempat penginapan, Cottage Ecolodge. Ada beberapa pilihan mulai 85 rb, 125 rb, 165 rb, dan 185 rb. Kami pilih yang 125 rb. Lumayan nyaman. Sayangnya terlalu banyak pungutan yang overlaping. Khususnya uang parkir dan uang keamanan. Juga dalam hal memandu turis ke hutan. Tempat yang bagus, tetapi sayang tidak didukung mentalitas penduduk setempat dalam menerima kunjungan wisatawan.
Suara kicauan burung yang bersahutan sangat nikmat untuk didengar dipagi hari. Agak berisik memang, sehingga membangunkan saya, untuk melihat-lihat jenis burung apa gerangan? Tetapi tidak terlihat, padahal suaranya cukup besar. Dikejauhan pun terdengar suara-suara orang hutan yang cukup keras.
Bangun pagi, mandi dan langsung dipandu oleh Pak Silo menuju Hutan. Menyusuri sungai Bohorok, dan sampailah di tempat penyeberangan sungai dengan menggunakan perahu kano. Wah nahkodanya keren abis, ga pake baju. Perjalanan dilanjutkan dengan melapor ke Pos Penjaga kehutanan. Dan lagi-lagi mau diminta bayaran, padahal sebelumnya kami sudah bayar sekaligus ke salah seorang yang tadinya akan mengantar sebagai guide.
Menarik, karena di daerah ini hidup satwa endemic, orang utan, Pongo abelii. Di seluruh dunia, hanya di daerah ini saja hewan ini hidup. Sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar yang berkunjung ke daerah ini adalah turis-turis manca Negara. Sementara turis lokalnya ketika kami berkunjung ke sini, tidak ada sama sekali. Jarak antara Medan dengan Bukit Lawang adalah 89 km dengan jarak tempuh seharusnya 3,5 jam. Seharusnya! karena kami sendiri ke sini memakan waktu sekitar 5 jam, karena daerah yang baru pertama kali dikunjungi. Melewati jalan yang berlubang, dengan di kiri kanan jalan adalah kebun kelapa sawit dan karet. Cukup menyeramkan. Sukurlah, akhirnya sampai juga, sekalipun ketika menerobos daerah longsoran, dengan jarak hanya sejengkal saja ke sungai. Kalau slip, pasti langsung nyemplung. Sebetulnya daerah ini sangat berpotensi sekali untuk dikembangkan sebagai obyek wisata (ecotourism). Tetapi sayang, sepertinya sejak tahun 2003 hingga saat ini tidak ada upaya-upaya perbaikan. Hal yang perlu diperbaiki adalah :
1. Akses jalan menuju ke sana, harus diperbaiki.
2. Perbaiki mentalitas penduduk di sana, untuk bisa menerima kehadiran wisatawan.
3. Penginapan-penginapan perlu ditertibkan, tidak perlu terlalu banyak dan jangan berada di sisi aliran sungai. Selain berbahaya, juga merusak ekosistem.
4. Berdayakan masyarakat sekitar, untuk menjadi pemandu yang profesional, penjual souvenir, dsb.
5. Buat website yang keren, dan pasarkan daerah tersebut melalui website.
6. Buat kegiatan-kegiatan yang spektakuler, dan publikasikan untuk menarik minat wisatawan.

Sayang, ketika saya kesana mencari-cari souvenir tetapi tidak diperoleh.

Sop Sumsum Langsa


Sop Sumsum Langsa, adalah tempat favorite saya makan, kalau ke Medan. Sopnya enak banget. Selama 10 hari di Medan, 2 kali saya mengunjungi tempat makan ini. Pertama kali datang, saya langsung makan disini. Wah ... tulangnya besar banget. Lokasinya di jalan ... apa ya saya lupa. Nanti dech diceritakan kembali...

Fort Rotterdam di Makassar

Semula saya tidak kepikiran untuk ke sini. Maklum saya adalah penikmat alam, bukan penikmat wisata budaya. Tetapi mumpung di Makassar, tidak ada salahnya juga dinikmati. Maksud hati hendak keliling-keliling dengan Panther-nya kantor cabang. Eh, bingung tidak tahu jalan, muternya ke situ lagi, ke situ lagi. Yah sudah, turun saja di depan depot penjual es kelapa. Dan tidak sengaja mata saya tertuju ke bangunan seperti benteng, yang belakangan bernama Fort Rotterdam. Saya amat amati dari kejauhan. Bentuknya aneh, penasaran akhirnya saya masuki gedung tersebut, tepat pkl 16.50 wib.

Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang) adalah salah satu obyek wisata budaya di Makassar. Bentuknya seperti kura-kura yang menjalar ke laut ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-10, yaitu Tunipallangga Ulaweng. Lokasinya tepat di depan dermaga rekreasi Pulau Kayangan. Menurut cerita, dulunya benteng ini merupakan pusat tentara Belanda pada masa pendudukan Jepang. Saat ini gedung tersebut dijadikan sebagai museum. Benteng yang berukuran seluas musim Fatahilah Jakarta ini letaknya di depan pelabuhan laut kota Makassar. Bentuknya sangat mencolok yang berbeda dengan bangunan di sekitarnya. Temboknya tebal dengan tinggi kurang lebih 5 meter. Pintu utamanya berukuran kecil yang dijaga oleh beberapa Satpam. Ketika saya masuk, tidak dipungut bayaran. Bangunan di dalamnya di isi oleh rumah panggung khas Gowa di mana raja dan keluarga menetap di dalamnya.
Pada tahun 1666 terjadi perang antara raja Gowa yang menguasai benteng tersebut dengan Belanda yang dipimpin oleh Speelman. Selama kurang lebih satu tahun benteng digempur yang berakhir dengan kekalahan raja Gowa. Kekalahan tersebut akhirnya memaksa Raja Gowa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Isi benteng di dalamnya yang semula hancur porakporanda, kemudian dibangun dan ditata kembali. Benteng tersebut dirubah namanya menjadi Fort Rotterdam, yang merupakan tempat kelahiran Gubernur Jenderal Belanda Cornelis Speelman.

Bantimurung : The Kingdom of Butterfly

Menurut saya, Bantimurung adalah wisata alam paling menarik di antara tempat wisata lain yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Tidak salah, jika Alfred Russel Wallace (1823-1931) dalam bukunya “The Malay Archipelago” menyebut kawasan ini sebagai “The Kingdom of Butterfly”.
Ada 3 hal menarik yang saya jumpai di sana. Pertama, air terjun yang sangat bagus, air yang jernih, dan hulu sungai yang tampak alami. Kedua, tempatnya bersih yang dikelilingi oleh pegunungan Karst. Ketiga adalah kupu-kupu.
Meskipun tidak sebanyak ketika Wallace berkunjung pada tahun 1857. Ketika saya ke sana hanya puluhan ekor masih terlihat berseiweran. Hanya saja dari jenis-jenis yang umum dijumpai, alias yang bukan dilindungi. Menurut informasi, seharusnya masih ada 250 jenis kupu-kupu yang hidup di Bantimurung tetapi sekarang tinggal separuhnya. Berkurangnya populasi diduga adanya perburuan liar, karena tingginya permintaan ekspor. Untuk yang berpikir pendek, sepertinya berburu di alam, lebih praktis ketimbang mengembangbiakannya. Padahal the kingdom of butterfly ini punya potensi nilai jual yang tinggi sebagai kawasan wisata alam yan sangat menarik, jika dikelola dengan baik. Kesadaran untuk menjaga habitat oleh masyarakat sekitar adalah hal utama yang seharusnya mendapat perhatian. Saat ini di daerah hilir sedang dimarakkan penangkaran kupu-kupu sebagai upaya restorasi populasi. Demikian juga tidak jauh dari pintu masuk kawasan wisata Bantimurung, BKSDA Sulsel I telah mendirikan sebuah penangkaran kupu-kupu. Meskipun ukuran penangkarannya sangat mini untuk sebuah balai konservasi, upaya itu patut dihargai di tengah berbagai ancaman kepunahan kupu- kupu (http://www.kompas.com, tgl 30 Juli 2005). Tetapi ketika saya berkunjung ke sini, kondisi penangkaran tersebut, sudah tidak terurus lagi. Atapnya sudah terbuka, tidak lagi untuk disebut sebagai tempat penangkaran. Sayang.
Kupu-kupu langka yang saat ini sudah sulit ditemukan di habitat alaminya. Justru banyak terlihat di tempat penjaja kupu-kupu awetan. Kalau perburuan liar ini dibiarkan terus menerus, sebutan the kingdom of butterfly di Bantimurung tidak lama lagi hanyalah tinggal sebuah kenangan.
Selain sebagai tempatnya kupu-kupu, Bantimurung pun dikenal dengan air terjunnya yang sangat bagus. Airnya jernih, nampak vegetasi di sekelilingnya masih alami. Sayang dipinggir-pinggir sungai sudah ada bangunan saluran-saluran air yang justru merusak kealamian tempat tersebut. Di bagian hulu sungai adalah tempat yang benar-benar sangat bagus. Tempat ini, mengingatkan saya pada sebuah film "Jurassic Park" tempat mendaratnya helikopter si pemilik Taman. Sekelilingnya adalah pegunungan Karts. Berlebihan? ya pokoknya kurang lebih begitulah. Dari air terjun ke lokasi sini berjarak sekitar 800 mtr. Saya berencana sekali lagi ke tempat ini.

Kuliner di Makassar

Beberapa lokasi kuliner favorite yang sempat saya coba selama berkunjung di Makassar, di antaranya adalah :
Makan kepala ikan kakap merah di Warung Mappanyukki, Pallumara Kepala Ikan Kakap Merah. Lokasinya di Jl. H.A. Mappanyukki No.36 C Telp 0411-5204505.
Wah enak banget. Kalau Pak Bondan pernah ke sini, pasti dibilang ma’nyos banget. Warungnya sederhana, yang terletak dipinggir jalan. Tetapi kalau mau nyaman lagi bisa juga mendatangi rumahnya langsung yang terletak di belakang warungnya. Walaupun sempit, lebih lumayan dibanding di pinggir jalan.
Tidak mahal, per kepala ikan kakap merah ukuran jumbo Cuma Rp 15.000,-. Selama di Makassar, dua kali saya kunjungi tempat ini.

Lokasi favorite kedua, adalah :
Coto Makassar Aroma Daeng Bagadang di Jl. Karunrung No 8.
Harganya murah banget, bayangkan semangkok coto cuma Rp 3.500,-. Sedangkan ketupatnya Cuma Rp 500,- Bagaimana dia bisa ngambil untungnya? Makanya tidak heran selama saya kesana, tempatnya selalu penuh sesak dikunjungi orang. Selain murah juga plus gratis air es yang ditempatkan di mug stenlis. Semula saya pikir untuk air cuci tangan, eh rupanya untuk air minum. Karena murahnya itu sehingga banyak dikunjungi orang. Selama di Makassar, sudah dua kali saya kunjungi tempat tersebut.

Lokasi favorite ketiga, adalah :
Makan ikan bakar di Warung Lae Lae di Jl. Datumeseng No. 8 Telp 334326. Tidak terlalu mahal, ikannya pun segar-segar. Ukuran kecil sejenis ikan Sunu Rp 10.000,-, ikan Katamba ukuran sedang Rp 12.500,-. Di tambah lalapan dan sayur asam 2 mangkok untuk tiga orang, total cuma Rp 55.500,-. Di sini memang ikannya aneh-aneh, biasanya kita kenal Cuma baronang, kakap. Di sini ada ikan titang, papakulu, bolu, kaneke. Lia, cepa, lamuru, salamata. Dan belakangan saya baru tahu, bahwa ikan yang saya pesan namanya adalah Sunu dan Katamba. Dua kali saya mengunjungi tempat ini.

Mie kering khas arang
Untuk jenis makanan ini saya memang tidak begitu suka. Tetapi saya coba juga porsi kecil, walaupun pada akhirnya tidak habis. Untuk orang yang suka, mungkin enak. Karena pembelinya pun banyak. Nama restorannya adalah Mie Yanto Khas Arang, lokasinya di Jl. Botolempong (sebelah hotel Lidyana, tempat saya menginap). Ukuran 1 porsi kecil Rp 11.000,-. Walaupun tidak begitu suka, saya sudah dua kali mengujunginya. Maklum kalau malam suka lapar, jadi tinggal jalan ke sebelah.

Jalangkote
Ini juga makanan yang tidak begitu saya suka. Cuma tetap saya coba, siapa tahu saya jadi ketagihan. Eh rupanya memang saya tidak suka. Tetapi yang beli kesini banyak, sepertinya memang enak untuk orang yang doyan. Biasanya yang beli dalam jumlah banyak untuk oleh-oleh. Lokasinya di Jl. Lansirang. Dan menurut informasi bahwa Jalangkote Lansirang adalah yang pertama kali ada di Jl tersebut. Selain jalangkote juga tersedia lumpia.

Nasi campur
Ini dia makanan khas Makassar yang lain, yang kebetulan saya juga tidak begitu suka. Masa sudah makan nasi, pakai ubi juga. Aneh kan? Tetapi saya coba juga, barangkali nasi campur di Makassar berbeda dengan di Jakarta. Tetapi rupanya memang sama persis, hanya ada sedikit tambahan kacang panjang yang diiris pendek. Apakah namanya akan berubah jadi kacang pendek? Tetap kacang panjang! Lagian mana ada kacang pendek!
Lokasinya di Jl. Bali, harganya Rp 12.000,-