Sop Buntut Banghadji

Pulang dari SKI Tas Tajur, saya lanjutkan perjalanan ke Sukamantri Gunung Salak. Sudah lama tidak ke sini, jadi rada lupa euy jalannya, sehingga perlu beberapa kali bertanya. Rupanya jalan-jalan di sana sudah rusak parah. Dan menurut penduduk sekitar, untuk mencapai ke sana tidak bisa dilalui kendaraan. Batal, lain waktu aja dech.

Jam sudah menunjukan pukul 16.00 dan perut pun sudah keroncongan, lapar banget. Pas berhenti di lampu merah di Jl Jenderal Sudirman No 15, menemukan rumah makan Sop Buntut Banghadji. Warnanya sangat mencolok, merah. Iklan bannernya berbunyi, semangkuk nasi plus sop harganya tertulis Rp 6.500,- wah ... kayaknya murah dan enak nih. Mampir ah ...

Akhirnya yang dipilih, sop buntut goreng dan ayam bakar, loh? Rupanya yang Rp 6.500,- itu cuma nasi yang langsung dicampur sayur sop. Sop buntut goreng harganya Rp 21.000,- , penilaian saya mengenai masakan di sini, hmmm ... lumayan! Nilai B pada skala A - F.
Rumah makan ini di franchise-kan loh, web-nya http://www.banghadji.com.
Sengaja datang dari Jakarta, cuma mau minum cincau ijo. Kurang kerjaan? Enggak juga! Memang sudah niat koq, hi hi hi. Sebetulnya yang namanya cincau ijo, itu standar. Dimana-mana pasti bentuknya ya seperti itu, kaya agar-agar yang berwarna ijo. Cuma kalau beli di depan rumah, biasanya siropnya berwarna merah plus serutan es. Nah ... yang di sini berwarna putih plus santan. Kebayangkan? Kebetulan juga saya lagi terkena panas dalam, jadi klop deh.

Lokasinya di Sumber Karya Indah (SKI) Tas Tajur. Sebuah konsep paduan mutualisme, yang saling menguntungkan. Sebuah pusat pembelajaan tas Tajur yang terkenal baik di luar maupun dalam kota Bogor. Es cincau ijo tersebut menempati salah satu lokasi di dalam kompleks ruangan tersebut. Cukup ramai.

Di sana ada juga sarana kolam ikan, yang berisi ikan Arapaima gigas yang berukuran besar. Selain itu juga ada binatang kura-kura, elang jawa, kakak tua jambul kuning, dan surili. Ada juga Boogie Car, Flying Fox, dsb. Sungguh tempat menarik untuk anak-anak bermain. Makanan dan minuman di sana juga tidak terlalu mahal. Es cincau ijo harganya cuma Rp 3.000,- ada yang berasa manis ada juga yang tawar. Menurut si penjual, cincau ini dapat menyembuhkan penyakit panas dalam, bahkan menurut salah satu milis dapat menyembuhkan penyakit kanker. Benar enggak ya?

Danau di Atas Gunung, Situ Gunung

Bagi yang hobi wisata ke alam terbuka, tetapi dengan waktu yang singkat, Situ Gunung dapat menjadi pilihan yang menarik. Lokasi Taman Wisata Alam ini dapat ditempuh dalam waktu 3 jam dari Jakarta, menuju ke arah Sukabumi. Tempat wisata ini terletak di Kecamatan Cisaat, kurang lebih 15 km sebelum Sukabumi. Dengan tiket masuk sebesar Rp 7.500 dan biaya parkir Rp 2.500,-.

Situ Gunung, artinya Danau yang berada di atas gunung adalah sebuah cerita keindahan alam yang tersebar di Sukabumi. Terletak diketinggian 1000 mdpl. Danau seluas 9 hektar ini berasal dari sungai Cimana Racun. Cuma nama saja Cimana Racun, airnya sendiri tidak beracun. Di sepanjang tepi danau berderet pohon-pohon cemara dan Agathis yang menjulang tinggi, yang membuat suasana teduh. Di sisi lain dikejauhan nampak rimbunan pohon yang terletak di perbatasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Hujan rintik-rintik dan kabut yang mulai turun akhirnya membatasi pandangan kami.

Selain sebagai tempat yang menarik untuk dikunjungi. Situ Gunung juga memiliki cerita menarik. Menurut cerita, bahwa Situ Gunung ini dibuat oleh seorang buronan Belanda bernama Shahadana atau dikenal dengan nama Mbah Jalun, yaitu seorang bangsawan Mataram.
Di mana dalam pelariannya melawan Belenda pada tahun 1814 bersama istrinya dia menetap di kawasan tersebut. Di desa itu pula istrinya melahirkan seorang anak yang diberi nama Rangga Jaka Lulunta. Sebagai wujud rasa syukurnya dia membuat danau yang dibuat oleh tangannya sendiri dalam waktu 7 hari, yang kemudian diberi nama Situ Gunung.
Singkat cerita, keberadaan Mbah Jalun akhirnya diketahui Belanda dan dijatuhi hukuman gantung di alun-alun Cisaat, tetapi dia berhasil melarikan diri. Terakhir Syahadana akhirnya dikabarkan wafat di daerah Bogor.

Selain cerita di atas, ternyata kawasan ini juga pernah dikunjungi oleh para peneliti Belanda, di antaranya adalah Reindwardt (1819), Junghun (1839), JE. Teysman (1839). AR Walace (1861), SH Koorders (180), Treub (1891), Dr. Van Leuweun (1918), dan CGGJ Vam Steenis (1920) yang terkenal dengan bukunya mengenai tumbuh-tumbuhan pegunungan di Jawa.

Beberapa jenis tanaman lain yang mendominasi kawasan tersebut di antaranya adalah : Puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), dan jenis-jenis dari keluarga Fagaceae. Jenis-jenis selain tersebut diatas terdapat juga saninten (Castanopsis argantea), hamirung (Vernones arborea), gelam (Eugenia fastigiata), dan kisireum (Cleistocalyx opertculata).

Ketika masih kuliah dulu beberapa kali kami mengunjungi daerah ini, saat itu kondisinya masih alami. Saat ini separuh pinggir danau dipagari oleh tembok, suatu hal yang menurut saya tidak bagus. Jika dulu ada dermaga kayu, entah sekarang lokasinya di mana saya sudah lupa, dan sepertinya sudah tidak ada lagi. Sayang.