Jatah Cuti Tahun 2007

Jatah cuti untuk tahun 2007 masih tersisa 11 hari. Lumayan masih banyak euy, he he he.
Yang pertama, yang ingin saya sampaikan dari lubuk hati saya adalah bahwa saya harus mengucap syukur kepada Allah. Karena tahun ini Tuhan beri kesehatan, sehingga tidak mengalami sakit yang berarti. Sehingga catatan kehadiran kerja saya di perusahaan tercatat, alfa = 1 hari, ijin = 0, sakit = 0.
Ada alfa 1 hari? Yah, itu karena cuti tahun lalu kebablasan, hiks.

Tidak seperti tahun sebelumnya yang menghabiskan cuti di tempat wisata. Untuk tahun ini, akan saya habiskan dulu bersama Tuhan di Gereja. Baru pulangnya langsung berlibur.

Masalahnya, cuti tahun ini mau kemana ya? Bingung!
Cuti tanggal 31 Desember 2007 - 11 Januari 2008, tetapi hari genee belum terpikir mau kemana??? he he he...
Masih ada waktu 3 hari untuk berpikir ...

Perjalanan ke Lampung : Pulang Naik Kapal Cepat (5)

Pekerjaan rampung, jalan-jalan pun cukup, dan sekarang waktunya untuk pulang. Saya agak ragu, apakah pulangnya menggunakan Damri lagi? Ataukah menggunakan travel?. Untuk mencoba pengalaman baru, tidak ada salah saya mencoba menggunakan travel. Keuntungan menggunakan travel, kita bisa dijemput di manapun kita berada di Bandar Lampung. Hanya saja, kerugiannya, kita ikut muter-muter dulu menjemput seluruh calon penumpang yang juga ingin dijemput. Saya pikir sepertinya akan terlalu lama. Sehingga saya putuskan untuk potong kompas saja, yaitu dengan menggunakan kendaraan travel di Kilometer 10 Panjang.

Hanya sekitar 30 menit ngetem, kendaraan sudah penuh (isi 6 penumpang, Mitsubishi Kuda). Ongkosnya ternyata tidak terlalu mahal, hanya Rp 25.000,-. Selanjutnya dari Bakauheni saya menggunakan kapal cepat dengan tarif hanya Rp 30.000,- (sudah termasuk jasa pelabuhan, jasa angkutan, jasa asuransi, dan kontribusi ke Pemda). Hanya butuh waktu 90 menit ternyata saya sudah sampai di Pelabuhan Merak. Selanjutnya dari terminal Merak saya lanjutkan perjalanan dengan bis ke Jakarta dengan ongkos Rp 13.000,- (Bis APIK non AC). Sehingga total pengeluaran dari Panjang ke Jakarta hanya Rp 68.000,-, lebih murah dibandingkan jika naik Damri yang Rp 130.000,- kelas eksekutif.

Sebagai informasi bahwa jalur travel Panjang - Bakauheni ternyata jalur rebutan antara bis reguler dengan travel, sehingga sering terjadi keributan. Dan pada akhirnya yang dirugikan adalah kendaraan reguler. Kasihan juga ...

Perjalanan ke Lampung : Nikmati Sate Luwes (4)

Lokasinya di Jl. K.H. Mas Mansyur, Rawa Laut, Bandar Lampung. Menurut informasi bahwa, sate ini sangat bermanfaat untuk kesehatan karena terbuat dari bumbu dan rempah-rempah yang berkualitas tinggi, bahkan ada yang didatangkan dari luar negerti, di antaranya adalah ketumbar yang katanya dari India. Cara mengolah bumbu pun tidak asal jadi, di antaranya jahe yang harus dikeringkan dulu sebelum digunakan sebagai bumbu. Yang saya agak bingung, manfaat apa yang bisa diperoleh dengan makan sate ini ya? Yang pasti, kalau saya ke sini, karena kebetulan perut sudah keroncongan minta diisi.

Ketika saya ke sana untuk mencoba, memang rasa bumbunya agak lain, atau mungkin lidah saya yang belum terbiasa? Sehingga saya kurang bisa menikmati. Selain itu juga sate kambingnya agak keras, sehingga pegal juga makannya. Yang unik di sate luwes ini, juga disediakan lalapan, tetapi anehnya koq tidak disediakan sambel?
Kenapa ya? Harganya standar, per sepuluh tusuk cuma Rp 22.000,-.

Perjalanan ke Lampung : Taman Kupu-Kupu Gita Persada (3)

Lokasi Taman Kupu-Kupu Gita Persada ini berada di di daerah kaki Gunung Betung, Desa Tanjung Manis, Kelurahan Kemiling. Untuk menuju lokasi ini memang agak sulit, karena di sepanjang jalan tidak ada sama sekali papan informasi. Demikian juga di lokasi taman tersebut, tidak ada petunjuk bahwa tempat itu adalah sebuah Taman Kupu-kupu. Satu-satu patokan saya ke arah ini dari kota Bandar Lampung adalah bahwa lokasinya setelah Taman Bumi Kedaton, yang berjarak 7 km. Saya sendiri baru bisa menemukan, setelah 4 kali bertanya dengan penduduk setempat, bahwa lokasinya persis di depan sebuah mesjid.

Adalah seorang Dr. Herawati Soekardi, ahli kupu-kupu dari Universitas Lampung, sebagai pelopor upaya pelestarian kupu-kupu di daerah tersebut.
Awalnya lahan ini kritis, tidak ada apa-apanya, tetapi beliau mampu merekayasanya sehingga mampu menghadirkan kupu-kupu di kawasan tersebut. Dari keberhasilan tersebut, membuktikan bahwa kupu-kupu adalah barometer kondisi lingkungan di suatu daerah.

Ketika memasuki pintu halaman Taman tersebut, nampak seperti tidak berpenghuni. Tetapi tidak lama kemudian kami ditemui oleh pengelola taman tersebut, yaitu Pak Martinus. Belakangan saya ketahui rupanya anak dari ahli kupu-kupu di Lampung, Dr. Herawati Soekardi. Beruntung pada saat itu, Pak Martinus sedang melakukan implantasi telur-telur di tanaman widuri. Sehingga saya berkesempatan untuk ikut mengamatinya. Dan juga saya berkesempatan di antar berkeliling taman tersebut yang luasnya 4 Ha pada ketinggian 460 meter dpl. Di kawasan tersebut juga tersedia cage. Yang menurut Pak Martinus dimaksudkan untuk memudahkan dalam melakukan penelitian dan juga pemotretan. Di saat yang bersamaan rupanya ada beberapa mahasiswa Biologi dari Universitas Lampung yang sedang melakukan penelitian di bawah bimbingan Ibu Hera.

Menurut Martinus, bahwa yang sudah berhasil ditangkarkan sebanyak 50 spesies, dantaranya yang berkatagori langka, yaitu : Troides helena. Jenis lain seperti Perut Merah, Limau Balak, Limau Halom, Limau Tutul, Kupu Hijau, Sirsak Biru, Sirsak Hijau, Ekor Pedang, Cacapuri, Johar Kuning, Kertas, Buntar, Daun Coklat, Widuri, Kepompong Emas, dsb.
Taman Gita Persada ini sementara hanya untuk keperluan wisata edukasi, tidak untuk umum.
Keberhasilan Ibu Hera, menjadi penanda keberhasilan penangkaran kupu-kupu di habitat alami, khususnya kupu-kupu Sumatra. Berbeda dengan Taman Kupu-kupu yang lain, yang pernah saya kunjungi terkesan hanya mengumpulkan kepompong lalu dilepas dalam sebuah cage. Apa yang dilakukan oleh Dr. Herawati adalah benar-benar hasil penangkaran dan juga berhasil merekayasa habitat alami, menjadi lingkungan yang benar-benar cocok untuk kelangsungan kupu-kupu. Indonesia adalah negara dengan kekayaan keanekaragamanhayati tertinggi di dunia, sudah sepantasnya disetiap daerah memiliki taman ini. Kapan daerah lain menyusul, sehingga kami bisa kunjungi dan nikmati keindahan sayap kupu-kupu?

(Catatan : pada gambar, tidak banyak kupu-kupu yang berhasil kami photo, karena sulitnya kami mengabadikan keindahan kupu-kupu tersebut. Pada photo juga nampak Martinus yang sedang mengimplantasi telur di tanama widuri. Juga nampak Ibu Hera yang sedang berkeliling taman dengan mahasiswanya).

Perjalanan ke Lampung : Cicipi Pindang Raden Fattah (2)

Seharusnya hari ini pekerjaan saya di Lampung sudah selesai, tetapi sayang ada beberapa pekerjaan yang di luar perkiraan belum terselesaikan. Sehingga terpaksa hari ini saya tidak bisa kemana-mana. Dan rencana mau melanjutkan ke Bengkulu dengan seorang kawan pun gagal total. Baru sore harinya, pekerjaan tersebut dapat terselesaikan.

Malamnya dengan menggunakan kendaraan kantor saya sempatkan berjalan-jalan di sekitar kota Bandar Lampung. Dan akhirnya terdamparlah di rumah makan Pindang Raden Fattah, tepatnya di Jl. Gajah Mada No. 65 di sebelah Holland Bakery.

Masakannya lumayan enak (nilai B, skala A-F), dengan masakan special Pindang. Ada beberapa macam pindang seperti ikan, ayam, iga, dan beberapa saya lupa. Dan menu yang saya pilih adalah pindang baung (sejenis ikan), tetapi yang muncul di meja makan adalah : nasi putih semangkuk besar, otak-otak, lalapan, 4 jenis sambel, srikaya, dan potongan buah. Menurut informasi, bahwa cuma lalapan saja yang gratis, he he he...

Semua sambel sudah saya coba, tetapi yang berkenan di perut cuma sambel terasi dan sambel rusip saja. Sambel duren dan nanas, hanya sekedar dicicipi saja. Sepertinya memang tidak cocok dengan lidah saya. Sambel rusip? ternyata terbuat dari ikan yang diblender hingga hancur. Pindang baungnya enak banget tuh, layak dicoba. Harga? tidak terlalu mahal, standar. Pindang cuma Rp 7.000,-, sambel terasi Rp 2.000,-, sambel rusip Rp 2.000,- dan srikaya permangkuk kecil cuma Rp 1.500,-

Perjalanan ke Lampung : Naik Damri (1)

Kebetulan saat ini sedang ada tugas di kantor cabang Panjang, Lampung. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan untuk sambil ber-backpackeria ke daerah Lampung dan sekitarnya he ... he... asyik. Kebetulan juga sudah lama saya tidak menggunakan kendaraan umum. Jadi kali ini saya mencoba menggunakan Bis Damri dari Jakarta ke Bandar Lampung. Semula agak bingung juga, di terminal mana saya harus naik bis tersebut.

Akhirnya diperoleh informasi yaitu di stasion kereta api, Gambir. Ternyata tidak sulit menemukannya, pukul 09.00 saya sudah berhasil menemukannya, yaitu dekat pangkalan Taxi Blue Bird. Sekedar informasi bahwa harga tiket untuk kelas Super Eksekutive adalah Rp 135.000,- sedangkan kelas Bisnis Rp 110.00,-. Saya memilih kelas Super Eksekutif dengan nomor Bis 3645. Bis yang jadwalnya pukul 10.00 wib, baru berangkat pukul 10.21 wib, keterlambatan tersebut menurut kondektur karena ada penumpang yang belum naik.

Tiba di dermaga Merak pkl 12.01 wib, tepat pkl 12.50 bis baru bisa naik kapal penyeberangan. Beruntung kapal yang dinaiki baru saja diresmikan penggunaannya di Dermaga 3 Merak, sebelumnya kapal KM Mentari Nusantara tersebut adalah dari Subaya untuk rute jarak jauh. Baru kali ini kapal nya agak keren, dan yang penting, bersih. Sebelumnya, wah ... jorok banget.

Tiba di dermaga Bakauheni pkl 15.25 dan sampai di Panjang pkl 17.20 wib. Hari ini tidak ada kegiatan backpaker, karena sepenuhnya menyelesaikan pekerjaan kantor, yaitu memperbaiki Server Novell. Malamnya sekitar pkl 02.00 pagi, baru saya bisa istirahat dan menginap di Hotel Pacific di Jl. Yos Sudarso No.3.

Sekedar informasi tarif kamar, Family Deluxe / New Deluxe Rp 194.000,- Single Standar Rp 92.000,-. Saya memilih New Deluxe. Fasilitas : TV, air panas, AC. Bersih, pelayanan lumayan, juga ada sarapan pagi. Sarapannya lumayan enak, ada 3 macam : bubur, roti bakar, dan ketupat sayur, tinggal pilih.

Kepiting Saus Tiram di Food Court Kelapa Gading

Lokasi yang nyaman, harga yang mahal ternyata bukan jaminan makanan itu enak. Kalau saya ber kuliner di Food Court Kelapa Gading, kebetulan saja istri saya sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke 40 ... wow sudah tua ternyata. Jadi sekali-kali boleh lah makan di kawasan elit tersebut. 2 ekor kepiting saus tiram, kakap bakar, dan cah kangkung cukuplah. Walaupun cuma 3 jenis, harganya lumayan juga, Rp 185.000,- . Yang mahal adalah kepiting saus tiram, yaitu Rp 88.000,-. gile bener.
Masalahnya, kalau enak sih oke-oke aja. Persoalannya koq rasanya lain ya ... seperti bukan saus tiram, pokoknya enggak enak banget dech. Kapok. Padahal dulu enggak seperti ini. Penilaian saya makan di sini adalah F untuk skala A - F. Baru kali ini penilaian saya F lho ... Semoga siempunya restaurant membaca blog ini, sehingga dapat memperbaiki kembali pelayananya.

Sebetulnya food court di sini lumayan tertib. Masing-masing pedagang tidak saling berebut konsumen. Di setiap meja sudah disediakan berbagai macam menu sekaligus berbagai macam restoran yang ada di area tersebut. Life music-nya pun selalu ada setiap malam. Cukup nyaman. Dari berbagai menu dan restoran itu, akhirnya saya pilih Ikan Bakar Ujung Pandang. Yang membuat saya tertarik makan ikan bakar Ujung Pandang, adalah bumbunya yang biasanya ada 3 macam. Saya paling suka bumbu dengan daun kemangi dan mangga, sedangkan yang menggunakan gula merah itu enggak begitu suka. Dimana lagi ada ikan bakar Ujung Pandang ya?

Cibodas dibuka lagi


Sejak kemarin (1/12) Kebon Raya Cibodas dibuka lagi. Konon katanya ada konflik antara Pemda Cianjur dengan pengelola Kebon Raya, yaitu mengenai perpakiran. Menurut saya banyak hal yang perlu dibenahi kembali, termasuk dalam hal karcis masuk. Untuk berwisata ke daerah ini, bagi yang baru pertama kali ke obyek wisata Cibodas akan membingungkan. Masalahnya di pintu gerbang yang bertuliskan "Obyek Wisata Cibodas" sudah diminta tiket masuk sebesar Rp 2.000,- per orang dan Rp 5.000,- per kendaraan. Tetapi pas masuk ke Kebon Raya-nya kita akan ditagih lagi, sebesar Rp 4.000,- per orang dan Rp 10.000,- per kendaraan. Bingungkan???
Setelah dicek kembali rupanya di pintu gerbang pertama adalah pembayaran retribusi untuk Pemerintah Daerah Cianjur. Sedangkan di pintu gerbang berikutnya adalah untuk tiket masuk ke Kebun Raya Cibodas. Pertanyaannya, kalau memang ada retribusi, kenapa sih enggak dijadikan satu saja? Selanjutnya Kebun Raya Cibodas tinggal setor ke Pemda, bukankah lebih praktis?. Dan aneh juga, jika harga retribusi separuh dari tiket masuk ke obyek wisata yang kita tuju.

Hari kedua pembukaan Kebun Raya Cibodas tersebut, terlihat masih sepi pengunjung. Mungkin banyak yang belum tahu. Informasi hanya terlihat di beberapa spanduk di sepanjang jalur Ciawi - Puncak - Cianjur saja. Dikejauhan di langit yang sudah menjelang sore, nampak 2 ekor burung Elang Jawa berputar-putar di atas pebukitan Gunung Gede Pangrango. Tidak biasanya Cibodas di sore hari masih nampak terang, biasanya sudah hujan dan berkabut.

Menunggu Rujak Bebek

Rujak bebek (bebek, bukan itik). Bahasa sundanya beubeuk, ditumbuk. Bisa dipastikan kalau makanan ini khas punya Sunda. Cara membuatnya pun sederhana. Bahan-bahannya terdiri dari pisang batu yang masih muda, jambu, bangkuang, gowok, ubi merah ditumbuk dengan lesung jadi satu ditambah bumbu-bumbu seperti garam, gula merah, dan terasi. Wah ... pokoknya enak banget. Harganya cuma Rp 3.000,- per porsi. Penyajiannya pun sangat unik, terkesan seperti main-mainan diselembar daun pisang kecil, dan sendoknya pun dari daun kelapa muda.
(Keterangan gambar : Sehabis berenang di Green Hill - Pacet, Adriel, Debby dan mamahnya sedang menunggu rujak bebek ditumbuk).