Mendebarkan di Kawah Kamojang

Setelah dari Kampung Sampireun, destinasi selanjutnya adalah Kawah Kamojang.
Merupakan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam yang berada di ketinggian sekitar 1640 m dpl.
Kamojang berasal dari kata mojang yang artinya cantik. Konon kabarnya dulu ada gadis cantik yang terkenal di tanah Sunda. Selanjutnya kawasan ini disebut sebagai kawasan Kamojang.


Jalan menuju ke sana, sangat bagus, aspalnya berhotmix, meskipun berliku-liku. Kanan kiri jalan sangat menarik, banyak tanaman sayur, cabe, tomat dan beberapa petani terlihat sedang memanen hasil tanamannya. Pemandangan yang cukup menarik.

Masuk ke kawasan ini tidak mahal, cukup dengan membayar Rp 5.000,- per orang. Berbeda dengan kawah seperti pada umumnya yang pernah saya kunjungi. Kawah ini sangat berbeda. Kawah di sini sebetulnya adalah goa-goa tempat semburan uap panas dari perut bumi. Dari kejauhan, nampak semburan uap itu seperti ada yang sedang membakar sesuatu. Sesuai informasi sebetulnya ada belasan kawah, tetapi beberapa nama kawah yang sempat dicatat oleh anak saya, yang saya lewati di antaranya kawah manuk, kawah kereta, dan kawah ceceret. Sebetulnya masih banyak kawah-kawah yang lain, tetapi terus terang agak mendebarkan juga memasuki kawasan ini. Serem! Hi hi hi …
Saya juga tidak sempat mengunjungi kawah hujan, yang katanya merupakan sauna alam. Soalnya saat itu hujan mulai turun, sehinnga tidak lagi bersemangat untuk melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih tinggi, karena anak-anak juga sudah merengek untuk segera ke kolam renang air panas.

Kampung Sampireun yang romantis

Sudah lama tidak “jalan” kebetulan hari minggu yang lalu adalah, hari ulang tahun pernikahan kami yang kesembilan. Destinasi "jalan" kali ini adalah Kampung Sampireun, Garut. Terus terang, saya sendiri sebetulnya belum pernah ke daerah Garut, hanya berbekal informasi dari milis indobackpacker dan instuisi saja. Selama kurang lebih tiga setengah jam perjalanan(265 km) dari TOL Cacing - TOL Cikampek - TOL Cipularang - TOL Purbalenyi dan terus melalui jalan-jalan desa dan perkebunan yang cukup indah di kawasan Garut, akhirnya sampai juga kami di Kampung Sampireun.

Menurut informasi dari websitenya, di sini, Kampung Sampireun diambil dari nama Danau Sampireun, yang artinya tempat singgah. Merupakan sebuah resort dan spa dengan setting kampung, dengan udara yang sejuk. Pegunungan, danau, gemercik air pancuran, rakit, perahu, rumah-rumah kayu yang berpadu dengan kebun bambu di sekelilingnya ditambah hilir mudiknya ribuan ikan-ikan mas di sekitar kolam menjadi element yang menjadi daya pikat untuk menikmati harmoninya alam di Kampung Sampireun.

Letaknya berada di sebelah sisi kanan jalan ke arah Kawah Kamojang, berada diketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut., di Jalan Raya Samarang, Kamojang Ciparay, Desa Sukakarya. Ikan-ikan di sini nampak sudah terbiasa diberi makanan, sehingga ketika tangan anak-anak saya dimasukan ke dalam kolam, dengan cepat ikan-ikan itu berdatangan. Nampak anak-anak saya sangat menikmati. Saya juga menyempatkan diri untuk berkeliling kampung, sambil mengambil gambar dari atas danau. Tetapi sayang, hasilnya masih tetap kurang memuaskan, jelek, maklumlah masih belajar.

Jumlah cottages di sini ada 19 buah, di mana tariff nya permalam mulai dari Rp 1.500.000,- hingga Rp 3.000.000,-. Di mana disetiap cottage dilengkapi dengan sebuah perahu. Cukup mahal, apalagi ini berada di desa, yang jauh dari pusat kota. Tetapi tempat ini memang cukup menarik, tidak ada hotel dengan tematik sejenis di tempat lain sebagaimana yang ditawarkan Kampung Sampireun. Jika ingin ke tempat ini, sebaiknya telepon dulu di 0262-542393, sebab biasanya selalu penuh.

Perjalanan kami selanjutnya adalah Kawah Kamojang, akan diceritakan pada postingan selanjutnya.
Mulih K'Desa, jika diterjemahkan, artinya adalah kembali ke Desa. Sebuah nama tempat wisata kuliner dan juga penginapan di daerah Garut. Lokasinya sekitar 1 km sebelum Kampung Sampireun ke arah Taman Wisata Alam, Kawah Kamojang.

Sebuah konsep penginapan dan rumah makan dengan setting sawah. Semua makanan yang disajikan di masak dengan cara-cara yang sangat tradisional, gaya kampung, menggunakan tungku dan kayu bakar. Tempat makan pun kita bisa memilih, apakah mau di dapur, di tengah sawah, di atas kolam atau di saung yang di bawahnya ada beberapa ekor kerbau. Disediakan juga beberapa permainan anak-anak ala kampung, dan perangkat keperluan outbound, cukup lengkap.

Ketika ke sini, minggu kemarin bersama keluarga saya memilih makan di atas sawah, di mana padi-padi di bawahnya sudah mulai menguning, siap untuk di panen. Beberapa jenis makanan saya pesan kepada waitress yang ramah dengan pakaian kebaya khas kampung, seperti bajigur, nasi timbel merah, ayam bakar, nasi pencok. Harga nya tidak terlalu mahal, namanya juga di kampung, seharusnya memang tidak boleh mahal. Sambil menunggu makanan, terdengar alunan musik traditional khas Sunda ... wah enak banget.

Tidak lama kemudian, seorang waitress mengantar sebuah ceret berisi air teh, piring kaleng (ompreng) dan mug yang juga terbuat dari kaleng lengkap dengan tambalan-tambalan di bawahnya. Wah … benar-benar di kampung banget! Pengalaman unik. Jadi terkenang saat masih kecil dulu, setiap hari mengantarkan makanan bersama nenek untuk seorang kakek yang sedang bekerja di sawah. Sambil makan di sawah dengan membawa ceret dan mug kaleng yang sudah pada bolong dengan tambalannya. Menyenangkan! Di tempat tinggal saya dulu, daerah Depok masih banyak areal persawahan yang sangat luas, tetapi sekarang sudah penuh sesak dengan pemukiman dan pabrik-pabrik sehingga sudah tidak ada lagi.

Pemilik tempat ini, rupanya menyadari benar, kebutuhan orang-orang yang hidup di saat ini, sudah kehilangan tempat-tempat dan suasana di masa kecil. Kloplah, jika kita kembali ke kampung, makan dan tidur di sawah, Mulih K’Kampung.
Loh koq kaya iklan ya? Selesai dari tempat ini saya ke Kompleks pemandian air panas di Cipanas, berenang dari dari sore sampai malam. Ceritanya? nantikan pada postingan selanjutnya.