Tangkubanparahu

Merupakan satu-satunya kawah di dunia yang bisa dilalui kendaraan bermotor, Taman Wisata Alam Gunung Tangkubanparahu. Lokasi berada di ketinggian 1830 dpl, dengan suhu udara yang sangat dingin. Gunung ini termasuk katagori aktif, karena mempunyai lubang kepundan tempat keluarnya magma. Magma adalah batuan cair yang terdapat di bawah permukaan bumi dengan suhu 900 - 1100 derajat C.
Ketika berkunjung ke sana, ada serombongan anak-anak muda berteriak-teriak sambil bercanda dengan temannya, katanya gunung ini seperti perahu, kok tidak ada, dimana?
Lho, bukankah bentuk perahu itu yang sedang mereka injak? He he ...

Untuk mengunjungi Tangkuban Perahu, kendaraan hanya bisa mencapai kawah utama yaitu Kawah Ratu. Tangkuban Perahu terletak 28 km sebelah utara Bandung. Dapat dicapai dalam waktu 30 menit dari Kota Bandung. Sepanjang perjalanan menuju Tangkuban Perahu kita dapat menikmati pemandangan dataran tinggi Bandung yang dikelilingi pegunungan.
Sampai di Tangkuban Perahu, pastinya di Kawah utama yaitu Kawah Ratu kita harus berjalan, memanjat ke Stasiun Geologi di bagian atasnya atau turun ke kawah aktif lainnya yakni Domas. Aktivitas perjalanan akan memberi Anda pengalaman alam menakjubkan. Dari Domas ada jalan setapak menuju hutan ke luar jalan sekitar 2 km dari tempat parkir dekat Kawah Ratu.
Keindahan Gunung Tangkubanparahu, rupanya telah memikat hati seorang Profesor Geologi berkebangsaan Belanda yang mengajar di Universitas Pajajaran, Prof. George Andrian de Neve yang berwasiat agar abu jenasahnya disemayamkan di kawah ini.

Kawasan Wisata Bandung Selatan

Di sela-sela tugas di Bandung, Minggu 17 Juni 2007 saya manfaatkan untuk berwisata alam ke daerah Pegunungan Bandung Selatan. Beberapa obyek wisata yang akan saya tuju di antaranya adalah Kawah Putih Gunung Patuha, Perkebunan Teh Walini, Ranca Upas, Pemandian Air Panas Cimanggu, dan Situ Patengan. Dari Bandung saya berangkat pkl 09.00 wib dan sampai di Ciwidey sekitar pkl 11.00 wib. Agak lambat, karena perjalanan sedikit macet di daerah Soreang, yaitu selepas dari pintu tol Kopo. Kawasan wisata yang pertama dikunjungi adalah Agrowisata Stroberi. Menarik, karena pengunjung bisa memetik sendiri buah stroberi. Di sepanjang kiri kanan jalan, banyak lahan-lahan pertanian dan perkarangan rumah yang menjual produk pertanian tersebut. Harga perkilogramnya adalah Rp 35.000,-. Plus buah yang bisa dimakan langsung di kebun. Kami sendiri hanya kebagian setengah kilogram saja, karena buahnya sudah susah ditemui. Sepertinya habis disikat rombongan sebelumnya.

Obyek wisata selanjutnya adalah Ranca Upas, yang terletak di sisi kanan jalan. Di sini selain sebagai lokasi bumi perkemahan juga sebagai tempat penangkaran rusa. Kami tidak sempat ke daerah ini karena keterbatasan waktu. Daerah selanjutnya adalah Kolam Pemandian Air Panas Cimanggu. Karena udara masih sangat terik, tidak memungkinkan untuk berenang di kolam yang airnya panas. Sehingga waktu perginya kami lewati saja obyek wisata tersebut. Direncanakan pulangnya akan mampir ke obyek wisata tersebut. Panasss! Itu ketika pertama kali nyebur, selanjutnya, biasa aja tuh. Karcis masuk ke Taman Wisata Alam Cimanggu perpengunjung dikenai biaya Rp 5.500,- sedangkan untuk roda empat dikenai tariff Rp 3.000,-.

Obyek wisata selanjutnya adalah Danau Kawah Putih. Karena sebelumnya kami sudah pernah ke sini, untuk kali ini daerah tersebut kami lewati saja, khawatir Situ Patengan sebagai tujuan akhir yang akan kami kunjungi tidak kesampaian. Sedikit cerita mengenai Danau Kawah Putih di Puncak Gunung Patuha. Bahwa daerah ini dulunya di kenal sangat angker. Adalah Dr. Franz Wilhelm Junghunh, seorang ahli Botani pada tahun 1837 yang pada akhirnya memperkenalkan kawasan yang indah tersebut. Warna airnya kadang berubah-rubah menjadi hijau apel atau kebiru-biruan atau coklat susu atau putih.

Kawasan wisata selanjutnya adalah pegunungan teh Walini. Daerah yang sangat menarik, dengan kontur yang berbukit-bukit, dan sejuk. Rencananya akan nongkrong di sini, tetapi lahan parkir yang sangat sempit di kiri kanan jalan, terpaksa perjalanan dilanjutkan.

Dan akhirnya sampailah saya di Situ Patengan, berada di Desa Patengan, kawasan Rancabali. Karcis masuk ke Obyek Wisata Alam Patengan perpengunjung adalah Rp 4.000,- , karcis kendaraan roda empat Rp 10.000,- dan biaya masuk Perkebunan Rancabali Rp 1.500,-. Di pintu masuk Situ Patengan, ada keterangan mengenai kawasan tersebut, yang isinya berupa mitos masyarakat Patengan. Situ Patengan berasal dari Bahasa Sunda, pateang-teang yang artinya saling mencari. Mengisahkan cinta putra Prabu dan putri titisan Dewi yaitu Ki Santang dan Dewi Rengganis yang berpisah sekian lama dan mereka saling mencari dan akhirnya bertemu di sebuah tempat yang disebut batu cinta. Dewi Rengganis meminta dibuatkan sebuah danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersamanya. Perahu ini lah yang kemudian menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati. Luas danau adalah 48 Ha dan luas taman wisata adalah 17 Ha.
Pulangnya kami sempatkan makan di Sindang Reret. Lumayan enak, Gurame, Sop Buntut, dan Bajigurnya juga. Makanan lain yang sempat kami cicipi selama di Bandung, bisa lihat di sini. Akhirnya tiba sampai Bandung adalah pukul 21.00 wib. Cukup melelahkan sekaligus mengasyikan.
(Keterangan Photo : Buah stroberi yang masih menggelantung, Debby sedang memetik buah, Situ Patengan, Perahu di Situ Patengan, Buah Pepino, Kebun Teh Walini, Kolam Pemandian Air Panas Cimanggu, Anggrek di Ciwidey, Adriel sedang meniup, Kawah Putih, Kodok, dan tanaman Jeruk).

Pepino

Ini adalah buah yang baru pertama kali saya dengar dan lihat, yaitu ketika berkunjung ke Situ Patengan. Nama lainnya adalah Melosa dengan nama ilmiah Solanum muricatum. Menurut si penjual, bahwa buah ini dapat mengobati berbagai macam penyakit baik dimakan matang maupun mentah. Buah Pepino yang sudah matang dapat megobati : darah tinggi, panas dalam, disentri, ambeien, asam urat, dan rheumatic.

Khasiat ketika dimakan masih mentah, dapat mengobati berbagai macam pernyakit, seperti :
maag, kencing manis, kolesterol, kegemukan, batu ginjal dan stroke.

Harga perkilogram adalah Rp 10.000,-. Harga tanamannya setinggi 15 cm adalah Rp 15.000,-. Ketika saya berkunjung ke supermarket Borma di Bandung, ternyata ada juga buah Pepino, hanya saja warnanya kuning. Apakah memang ada 2 jenis?

Lihat Orang utan di Bukit Lawang

Sungguh, tempat yang sangat mengasyikan. Berbekal informasi dari website, dan seorang kawan, Pak Sofyan. Akhirnya diputuskan untuk berangkat malam itu juga. Sebelumnya ragu, mengingat belum ada yang pernah ke sana. Terlebih daerah tersebut belum pernah dikunjungi lagi, sejak bencana besar Bohorok tahun 2003 yang lalu. Bukit Lawang adalah kawasan wisata yang berkembang karena daya tarik dan pesona alam yang indah. Lokasi ini menjadi terkenal, karena sebagai pusat rehabilitasi orang utan pertama di Sumatera sejak tahun 1980-an. Penduduk lokal di sana menyebut Bukit Lawang sebagai Bohorok. Ketika kami ke sana jalan menuju Bukit Lawang terancam putus menyusul longsornya badan jalan yang berada di Desa Paya Bedi. Kondisi ini membuat jalan ditutup. Sehingga kami harus mencari jalan alternatif. Tetapi jalan alternatif rupanya tidak berhasil, karena kondisi jalan yang sangat parah, tidak bisa dilalui oleh Xenia yang kami tumpangi. Dengan terpaksa balik lagi dan harus menerobos jalan yang ditutup tersebut. Mengingat daerah yang belum pernah dikunjungi, terpaksa minta dipandu oleh penduduk setempat untuk mengantarkan kami ke lokasi tersebut. Sampai di tempat sekitar pkl 12 malam. Dan langsung ke tempat penginapan, Cottage Ecolodge. Ada beberapa pilihan mulai 85 rb, 125 rb, 165 rb, dan 185 rb. Kami pilih yang 125 rb. Lumayan nyaman. Sayangnya terlalu banyak pungutan yang overlaping. Khususnya uang parkir dan uang keamanan. Juga dalam hal memandu turis ke hutan. Tempat yang bagus, tetapi sayang tidak didukung mentalitas penduduk setempat dalam menerima kunjungan wisatawan.
Suara kicauan burung yang bersahutan sangat nikmat untuk didengar dipagi hari. Agak berisik memang, sehingga membangunkan saya, untuk melihat-lihat jenis burung apa gerangan? Tetapi tidak terlihat, padahal suaranya cukup besar. Dikejauhan pun terdengar suara-suara orang hutan yang cukup keras.
Bangun pagi, mandi dan langsung dipandu oleh Pak Silo menuju Hutan. Menyusuri sungai Bohorok, dan sampailah di tempat penyeberangan sungai dengan menggunakan perahu kano. Wah nahkodanya keren abis, ga pake baju. Perjalanan dilanjutkan dengan melapor ke Pos Penjaga kehutanan. Dan lagi-lagi mau diminta bayaran, padahal sebelumnya kami sudah bayar sekaligus ke salah seorang yang tadinya akan mengantar sebagai guide.
Menarik, karena di daerah ini hidup satwa endemic, orang utan, Pongo abelii. Di seluruh dunia, hanya di daerah ini saja hewan ini hidup. Sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar yang berkunjung ke daerah ini adalah turis-turis manca Negara. Sementara turis lokalnya ketika kami berkunjung ke sini, tidak ada sama sekali. Jarak antara Medan dengan Bukit Lawang adalah 89 km dengan jarak tempuh seharusnya 3,5 jam. Seharusnya! karena kami sendiri ke sini memakan waktu sekitar 5 jam, karena daerah yang baru pertama kali dikunjungi. Melewati jalan yang berlubang, dengan di kiri kanan jalan adalah kebun kelapa sawit dan karet. Cukup menyeramkan. Sukurlah, akhirnya sampai juga, sekalipun ketika menerobos daerah longsoran, dengan jarak hanya sejengkal saja ke sungai. Kalau slip, pasti langsung nyemplung. Sebetulnya daerah ini sangat berpotensi sekali untuk dikembangkan sebagai obyek wisata (ecotourism). Tetapi sayang, sepertinya sejak tahun 2003 hingga saat ini tidak ada upaya-upaya perbaikan. Hal yang perlu diperbaiki adalah :
1. Akses jalan menuju ke sana, harus diperbaiki.
2. Perbaiki mentalitas penduduk di sana, untuk bisa menerima kehadiran wisatawan.
3. Penginapan-penginapan perlu ditertibkan, tidak perlu terlalu banyak dan jangan berada di sisi aliran sungai. Selain berbahaya, juga merusak ekosistem.
4. Berdayakan masyarakat sekitar, untuk menjadi pemandu yang profesional, penjual souvenir, dsb.
5. Buat website yang keren, dan pasarkan daerah tersebut melalui website.
6. Buat kegiatan-kegiatan yang spektakuler, dan publikasikan untuk menarik minat wisatawan.

Sayang, ketika saya kesana mencari-cari souvenir tetapi tidak diperoleh.

Sop Sumsum Langsa


Sop Sumsum Langsa, adalah tempat favorite saya makan, kalau ke Medan. Sopnya enak banget. Selama 10 hari di Medan, 2 kali saya mengunjungi tempat makan ini. Pertama kali datang, saya langsung makan disini. Wah ... tulangnya besar banget. Lokasinya di jalan ... apa ya saya lupa. Nanti dech diceritakan kembali...