Pergantian Tahun di Pangandaran


31 Des 2005 @ Pangandaran

Berangkat dari Semper pukul 16.00 wib menuju terminal Kampung Rambutan dulu menjemput uwaknya Adriel. Dan baru ketemu pukul 20.00, kemalaman memang tetapi karena sudah siap berangkat hari itu, perjalanan tetap dilanjutkan melalui tol Cikampek dan Cipularang. Sampai di Bandung pukul 23.30 wib. Akhirnya diputuskan untuk menginap dulu di Bandung, baru besoknya pagi-pagi perjalanan dilanjutkan. Berangkat dari Bandung pukul 08.00 dan tiba di Pangandaran pukul 14.00 wib. Jarak Bandung – Pangandaran 221 km. Transportasi ke daerah sini sebetulnya sangat banyak, tetapi tentu akan lebih leluasa jika menggunakan kendaraan pribadi.
Panorama Pantai Pangandaran terbagi dalam dua wilayah, yaitu timur dan barat. Letak keduanya parallel dengan garis khatulistiwa, sehingga kita bisa menikmati sunset dan sunrise. Sambil mencari penginapan, yang kebetulan saat itu cukup ramai karena menjelang pergantian tahun kami sempatkan untuk melihat kedua pantai tersebut.
Akhirnya pilihan penginapan adalah Narnia berikut 2 kamar. Cukup panas memang, karena tempat lain sudah pada penuh, apa boleh buat, terpaksa harus menginap di tempat di hotel tersebut.
Hari pertama ini, dimanfaatkan untuk menyewa sepeda tandem dengan 3 tempat duduk. Ya, hitung-hitung pengenalan lingkungan daerah wisata Pangandaran. Keliling yang enggak jelas arahnya itu, akhirnya bingung pulang. Beruntung bisa balik lagi meskipun rada lieur. Malamnya makan di warung depan hotel, karena kecapaian akhirnya ketiduran. Tepat pukul 11.00 wib, istri saya membangunkan saya untuk ke Pantai menikmati pergantian tahun. Rupanya kendaraan sudah tidak bisa bergerak lagi, macet total. Demikian juga ribuan orang yang sudah berada di pantai, nampak sangat padat. Bunyi kendaraan motor, tak henti-hentinya meraung-raung hingga memekakan telinga dan juga bikin polusi. Mungkin itu adalah tanda detik-detik memasuki tahun yang baru. Dan akhirnya pesta kembang api pun dimulai, berbagai jenis kembang api, berseliweran di langit yang gelap. Berubah menjadi terang benderang. Selamat tahun baru, semoga tahun ini menjadi lebih baik dibanding tahun kemarin, semoga.

Abrasi di Tanah Lot


Tanah Lot, merupakan obyek wisata terakhir yang kami kunjungi selama liburan tahun 2004 di Bali. Karena posisinya lebih mendekati ke arah Gilimanuk (25 km ke arah barat Denpasar), sehingga sekalian pulang kami mampir di lokasi tersebut. Di Tanah Lot terdapat pura Hindu yang dibangun sejak akhir abad ke 15, tepatnya di Desa Braban, Kec Kediri, Bak Tananan. Menurut masyarakat di sekitar Tanah Lot, Pura ini memiliki sejarah yang sangat penting. Pura yang dibangun di atas batuan karang yang terpisah dengan daratan tersebut, saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan akibat pengaruh abrasi yang terus menerus. Ketika kami mengungjungi tempat ini 5 tahun yang lalu kondisinya masih sangat bagus, dan terlihat masih alami. Tetapi saat ini terlihat ada gantungan kabel yang menghubungkan antara Pura dengan daratan, sehingga menjadi kurang menarik.
Di sekitar pantai dekat pura ternyata ular “suci” nya masih ada demikian juga lubang tempat ular dan penunggunya. Ular tersebut boleh diintip dan dipegang, dengan memberikan sedikit uang rokok untuk penunggunya. Hanya saja, saat ini selain ular “suci” juga ada ular phyton seperti halnya di Danau Bratan, yaitu khusus untuk turis-turis yang ingin foto-foto bersama dengan ular tersebut.
Sungguh, tempat yang menarik. Perlu ada penganganan yang serius bagi Pemda setempat untuk memikirkan cara-cara menanggulangi pengaruh abrasi laut ini.

Danau Bratan, Bedugul

Daerah yang unik, dan menarik karena perpaduan pemandangan antara danau, gunung, dan pura. Hawa udaranya agak terasa dingin, karena terletak sekitar 1400 dari permukaan laut. Puranya sendiri berada di tepi Danau Bratan, bernama Pura Ulun. Menurut cerita, pura ini dipersembahkan untuk Dewi Danu, Dewi Kesuburan.

Di sana juga tersedia perahu atau speedboat yang bisa disewa untuk menikmati keindahan sekitar danau. Kami sempat menikmatinya, dengan tiket Rp 60.000,- untuk satu putaran. Wah … ngeri bener bawanya, ngebut banget.

Disekitar pura juga ada beberapa orang yang menawarkan foto bareng dengan aneka satwa, seperti ular, iguana, dan musang.

(Photo : Debby, sedang memperagakan jurus silat di depan Pura Ulun)

Istirahat Sejenak di Taman Nasional Baluran

3 Januari 2005 @ Baluran
Setelah dua hari perjalanan dari Jakarta, akhirnya sampailah kami di daerah Taman Nasional Baluran. Sebetulnya memang tidak berencana secara khusus mengunjungi daerah ini, sekedar istirahat saja. Kebetulan, untuk menuju Bali memang harus melalui daerah ini. Sepertinya jalan raya ini memang membelah Taman Nasional ini. Untuk sengaja ke daerah ini, seharusnya melalui Banyuwangi – Batangan dengan jarak 35 km, yang dilanjutkan ke Bekol dengan waktu 45 menit atau Situbondo – Batangan dengan jarak 60 km.

Sekitar 40 persen tipe vegetasi savanna mendominasi kawasan ini. Banteng merupakan ciri khas daerah ini, sehingga dijadikan maskot Taman Nasional Baluran. Di kawasan ini terdapat sumur tua yang menjadi legenda masyarakat sekitar, bahwa kota Banyuwangi, Bali dan Baluran sama-sama menggali sumur. Apabila, sumur di masing-masing kota tersebut lebih dulu mengeluarkan air dan mengibarkan bendera, berarti kota tersebut akan merupakan pusat keramaian.

Penunjukan Baluran menjadi Taman Nasional, bermula inisiatif dari Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928, yang menjadikannya sebagai margasatwa. Sebelumnya daerah ini merupakan lokasi perburuan. Selanjutnya sejak 1980 bertepatan dengan hari pengumuman strategi pelestarian dunia, suaka margasatwa dideklarasikan sebagai Taman Nasional.
(Gambar : Adriel sedang mengamati burung)

Pura Taman Ayun

Pura Taman Ayun – adalah salah satu obyek wisata yang saya kunjungi ketika berada di Bali. Sesuai dengan namanya yaitu Pura dengan taman yang indah. Pura ini didirikan oleh Raja Mengwi pada tahun 1634, terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Berjarak kurang lebih 15 km dari kota Denpasar.

Ciri khas dari Pura ini adalah dikelilingi oleh kolam-kolam yang luas, dulunya digunakan oleh dayang-dayang puri kerjaan. Tetapi sekarang kolam-kolam di sekitar pura tersebut, banyak digunakan sebagai tempat memancing. Taman Ayun yang indah dan sakral ini membuat UNESCO, menjadikan tempat ini sebagai salah satu warisan budaya dunia (The World Heritage).